Disisi lain, Menteri Keuangan periode 2013-2014, Muhamad Chatib Basri menilai penghargaan sebagai Menteri terbaik dunia di World Development Summit di Dubai agak terlambat. Seharusnya Sri Mulyani memperoleh predikat itu sejak beberapa tahun lalu.

“Mengapa? Banyak studi yang menunjukkan bahwa salah satu pilar utama stabilitas makroekonomi Indonesia adalah stabilitas fiskal,” ujar Chatib Basri dikutip dari BBC.

Menurutnya, Sri Mulyani ketika menjadi Menteri Keuangan pada tahun 2016, memastikan bahwa kebijakan fiskal kredibel. Secara berani memotong anggaran sekitar Rp140 triliun, untuk memastikan bahwa anggaran pemerintah realistis, kredibel dan memberikan fondasi yang kokoh bagi struktur ekonomi Indonesia.

Tentu tak semua setuju. Kebijakan ini dianggap procyclical, tidak mendorong pertumbuhan. Padahal dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat, yang harus dilakukan adalah ekspansi fiskal.

“Tentu kita harus mencatat: ke depan kebijakan fiskal harus bergerak lebih dari sekedar penopang stabilitas makro, itu harus menjadi instrumen countercyclical dalam perekonomian. Namun ia membutuhkan tahapan. Kita sudah mulai melihat arah itu sekarang. Pertumbuhan ekonomi 2018 berpeluang untuk tumbuh lebih baik dibanding tahun 2017. Fondasi makro yang baik membantu hal ini,” jelasnya.

Kebijakan fiskal procyclical adalah saat pemerintah memilih untuk meningkatkan belanja negara dan mengurangi pajak ketika ekonomi sedang baik, namun mengurangi belanja dan meningkatkan pajak saat resesi. Sebaliknya, kebijakan fiskal countercyclical, pemerintah mengurangi belanja dan meningkatkan pajak selama ekonomi sedang baik, dan mengurangi belanja dan memotong pajak selama resesi.

Selanjutnya, APBN Kita, Kinerja dan Fakta…

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka