Prof Mudzakir heran dengan kembali dipermasalahkannya aturan tentang pasal penodaan agama. (ilustrasi/aktul.com)

Yogyakarta, Aktual.com – Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Mudzakir, mengaku heran dengan kembali dipermasalahkannya aturan tentang pasal penodaan agama.

“Pasal ini sudah diuji di MK, sudah selesai, jadi sudah tidak relevan lagi membahas eksistensi pasal penodaan agama. Tinggal sekarang mentaati aturan itu jangan sampai melakukan tindak pidana (penodaan agama),” ujarnya kepada Aktual di Yogyakarta, Jumat (12/5).

Muzakir (ist)
Muzakir (ist)

Konstruksi hukum dalam UU 1/PNPS/1965 dan KUHP 156 (a) itu baginya sudah sangat jelas, namun masih saja ada pihak yang mencoba membolak-balikan, terlebih pasca vonis penjara dijatuhkan atas Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

“Permasalahannya bukan pada mengapa pasal ini diterapkan, tapi mengapa orang protes pasal ini diterapkan? Bahkan meminta supaya pasal itu dihapus,” tanya Mudzakir.

UU 1/PNPS/1965 dibentuk dalam rangka dua hal. Pertama, agar internal masing-masing agama jangan sampai pecah karena aliran sesat atau penyimpangan ajaran, maka penyelesaiannya menggunakan Pasal 1 dan 2 yang pendekatannya bersifat administratif.

Apabila setelah pendekatan administratif pelanggar atau pelaku tidak juga kapok maka akan langsung dialihkan ke ranah pidana sebagaimana diatur di Pasal 3.

Contoh kasus Ahmadiyah yang diawal diselesaikan lewat jalur administratif, sudah diingatkan untuk tidak menyimpangi ajaran agama, semestinya dialihkan ke proses pidana sebagaimana Pasal 3.

Sementara, Pasal 4 adalah amandemen KUHP yang dituangkan kedalam Pasal 156 (a) khusus terkait konten agama yang dianut masyarakat di Indonesia.

“Mengapa persoalan tersebut dimasukkan dalam KUHP? Ya karena untuk menghindari konflik antar agama, makanya negara men-take over masalah ini, sehingga siapapun orang yang menghina agama akan diproses pidana,” jelasnya.

Dengan kata lain, penindakannya tidak lagi secara administratif karena menghina golongan, menodai agama, siapapun itu, baik internal agama maupun diluarnya, dikategorikan sebagai tindak pidana.

(Nelson Nafis)

Artikel ini ditulis oleh: