Jakarta, Aktual.com — Isu reshuffle jilid II di Kabinet Kerja Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla (JK) semakin santer, bahkan di tingkatan parpol pun sudah mulai terjadi sikut-sikutan.

Saat ini mulai ramai perebutan menteri di posisi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Yang paling kencang adalah keinginan PDIP yang ingin masuk di pos yang kini diduduki oleh Menteri Marwan Ja’far dari PKB ini.

“Persaingannya sudah sengit. PDIP yang semula meremehkan pos Menteri Desa, kini dia melihat pos ini sangat strategis,” papar Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti dalam diskusi reshuffle jilid II di Jakarta, Minggu (17/4).

Menurut Ray, starategisnya Kementerian Desa ini, selain gelontoran anggarannya setiap tahun sangat besar dan akan terus ditambah, juga berpotensi menjadi kantung suara saat Pilkada 2017 atau Pilres 2019 nanti.

Di tahun ini, dana desa akan digelontorkan sebanyak Rp46,9 triliun. Dan sebesar 60 persen atau sekitar Rp28 triliun itu Maret lalu sudah ditransfer ke rekening kabupaten/kota. Sisanya, sekitar 40 persen akan kembali dicairkan pada Agustus nanti.

“Saya melihat pertarungan di pos ini akan sangat ramai. Maka butuh ketegasan Presiden agar konflik internal pemerintah ini jangan semakin runcing,” tandas Ray.

Dengan strategisnya itu, di mata Ray, partai warga Nahdliyin itu akan dengan mati-matian mempertahankannya, memingat mayoritas warga pedesaan di Jawa ini adalah basis PKB yang berasal dari warga Nahdlatul Ulama (NU). Bahkan demi mempertahankan pos ini, PKB bisa rela melepas salah satu jatah menterinya.

Di sisi lain, analisa dia, PDIP juga tak kalah sengitnya mengincar pos ini. Kalkulasinya, PDIP akan rela kuota menterinya tidak ditambah yang selama ini diperjuangan parpol banteng ini, asal mendapat pos baru di Kementerian Desa.

“Ini (pos kementerian Desa) menjadi seksi. Bisa menjadi pertaruhan menuju 2019 nanti. Bahkan saya berani sebut, kedepannya itu parpol yang sukses mengelola kementerian desa kadernya bisa jadi pemimpin nasional selanjutnya,” jelas Ray.

Lebih jauh ia menegaskan, jika konflik ini tak teratasi oleh Jokowi, maka konsolidasi internal Jokowi akan semakin melemah lagi.

“Selama ini dengan pelemahan kondisi parpol penguasa, justru kinerja pemerintah melambat. Kalau makin banyak konflik dan gaduh, kinerja pemerintah akan makin lambat,” cetus dia.

Artikel ini ditulis oleh: