Jakarta, Aktual.com — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menginginkan pemerintah daerah di berbagai wilayah benar-benar memperhatikan kebutuhan rumah khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan bantuan pembiayaan perumahan.

“Ada hal yang harus diperhatikan dengan baik terkait dengan pemenuhan kebutuhan rumah bagi MBR, yaitu mengenai ‘housing affordability’ (tingkat daya beli perumahan),” kata Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kemenpupera Maurin Sitorus dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (1/8).

Menurut Maurin, tingkat daya beli perumahan terkait antara lain dengan upah minimum, tanah, infrastruktur, proses perizinan, dan harga material atau bangunan.

Ia berpendapat bahwa beragam permasalahan tersebut merupakan hal yang dapat dikendalikan oleh pemerintah daerah karena kebanyakan memang ada di wewenang pemda.

Untuk itu, ujar dia, baik pemerintah pusat maupun pemda harus bekerja sama dalam membenahi sisi pasokan.

Pemerintah pusat, lanjutnya, telah memberikan kredit murah atau kredit bersubsidi dalam bentuk KPR FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan). “Program KPR FLPP ini akan sangat membantu dalam mensukseskan Pogram Sejuta Rumah untuk MBR dan non-MBR yang akan dilaksanakan selama lima tahun atau selama masa pemerintahan Presiden Jokowi,” ujar Maurin.

Program Sejuta Rumah ini terdiri dari pembangunan 700 ribu unit rumah untuk MBR dan 300 ribu unit untuk non-MBR. Pagu indikatif anggaran tahun depan untuk KPR bersubsidi mencakup: KPR FLPP sebesar Rp9,3 Triliun, Selisih Suku Bunga (SSB) Rp2 Triliun, dan Bantuan Uang Muka Rp1,3 Triliun.

Maurin juga mengutarakan harapan adanya kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan pemda dapat membantu MBR dalam mengakses rumah.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Maurin Sitorus meyakini pembiayaan perumahan pada tahun 2016 bakal lebih bagus karena Program Sejuta Rumah telah masuk ke dalam APBN.

“Pembiayaan perumahan tahun 2016 akan jauh lebih bagus, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” kata Maurin Sitorus.

Maurin mengemukakan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sudah mengajukan pagu indikatif untuk pembiayaan perumahan tahun 2016 ke Kementerian Keuangan sebesar Rp9,3 triliun untuk KPR FLPP (Kredit Pemilikan Rumah melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), sementara untuk subsidi selisih suku bunga sebesar Rp900 miliar.

Ia memaparkan, skim KPR FLPP dan skim subsidi selisih bunga (SSB) rencananya akan diterapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2016.

Adapun mekanismenya, ujar dia, adalah pemerintah akan menerapkan terlebih dahulu skim KPR FLPP untuk rentang waktu dari bulan Januari tahun 2016 atau sampai dana untuk skim KPR FLPP habis.

“Selanjutnya, apabila KPR FLPP tahun 2016 telah habis, kita akan memberlakukan skim subsidi selisih suku bunga. Hal ini sama dengan konsep pembiayaan yang akan dijalankan di tahun 2015 ini,” katanya.

Menurut Dirjen Pembiayaan Perumahan, alokasi anggaran sebesar Rp9,3 triliun melalui skim KPR FLPP itu dapat membangun perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) hingga sekitar 100.000 unit.

Terkait skim SSB, dananya 100 persen disiapkan oleh perbankan, pemerintah nanti yang akan membayar selisih suku bunganya, yaitu selisih suku bunga KPR FLPP dan suku bunga komersil. “Pemberlakuan skim subsidi selisih bunga ini tidak akan merugikan perbankan. Keuntungan bank akan tetap dan masyarakat berpenghasilan rendah atau debitur tetap membayar suku bunga sebesar lima persen,” kata Maurin.

Artikel ini ditulis oleh: