Jakarta, Aktual.com – Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Lana Saria, menyatakan pemerintah mendorong hilirisasi batu bara sebagai solusi ramah lingkungan, dengan mengurangi emisi CO2 dan menggantikan bahan bakar serta bahan baku industri.

Pernyataan ini disampaikan dalam Sarasehan “Peran Strategis Batu Bara dalam Transisi Energi” yang diselenggarakan Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Jumat(15/12).

Lana Saria menekankan pentingnya mengimbangi pemanfaatan batu bara dengan teknologi ramah lingkungan untuk mempertahankan peran batu bara sebagai sumber energi utama.

Meskipun energi terbarukan baru mencapai 2 persen dari potensi, batu bara masih mendominasi dengan 42,4 persen dalam pemanfaatan energi.

“Pemanfaatan batu bara harus diimbangi dengan teknologi yang ramah lingkungan untuk mengurangi emisi CO2, sehingga dapat mendorong batu bara sebagai sumber energi yang lebih ramah lingkungan,” ujar Lana.

Sarasehan juga menyoroti target produksi batu bara nasional pada 2023 sebesar 694,5 juta ton. Produksi tersebut diarahkan untuk Domestic Market Obligation (DMO) sebanyak 176,8 juta ton dan ekspor 517,7 juta ton.

Lana menyebut bahwa produksi hingga November 2023 telah mencapai 710,75 juta ton, melebihi proyeksi tahun 2023.

Kontribusi batu bara terhadap penerimaan negara juga signifikan melalui royalti terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Hingga 11 Desember 2023, PNBP dari royalti batu bara mencapai Rp94,59 triliun, melampaui target PNBP 2023 sebesar Rp84,26 triliun,” kata Lana

Wakil Ketua Umum Indonesia Mining Association (IMA) Ezra Leonard Sibarani menekankan pentingnya peran batu bara sebagai eksportir terbesar, meskipun cadangan baru diperkirakan akan habis dalam 47-50 tahun ke depan.

Dalam konteks tersebut, Ezra mempertanyakan strategi pengelolaan batu bara hingga mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

Eko Yuniarto dari PT PLN Energi Primer Indonesia menaruh harapan pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) baru yang diharapkan merevisi target NZE.

“RUPTL yang akan diluncurkan adalah tidak adanya pembangunan PLTU yang baru betul-betul meng-utilize PLTU yang ada secara ekonomis,” ujar Eko.

Kepala Pusat Kebijakan Keenergian ITB, Retno Gumilang Dewi, mengingatkan bahwa Indonesia sulit mencapai NZE pada 2050.

Meskipun terdapat keyakinan bahwa emisi pada 2060 bisa nol, investasi dalam dekarbonisasi harus dilakukan untuk mencegah penurunan laju perekonomian.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Firgi Erliansyah
Editor: Jalil

Tinggalkan Balasan