Konstitusi UUD 1945 menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat bagi setiap individu. Jaminan itu akhirnya menjadi hak dasar bagi manusia Indonesia untuk menyampaikan perasaan, gagasan dan pendapat. Tentu saja termasuk di dalamnya sikap kritis dan demonstrasi menentang pemerintah.

Tetapi belakangan hak tersebut tidak lagi dijamin 100 persen. Pemerintah hanya menjamin pendapat, perasaan dan ekspresi yang sejalan dengan kepentingan pemerintah.

Dalam konteks Omnibuslaw atau UU Cipta Kerja, pemerintah dengan terang menyebut data yang berbeda dengan mereka adalah data hoax (bohong). Padahal hingga saat ini, publik masih kesulitan mendapatkan dokumen resmi yang paling sahih.

Hal ini pula lah yang akhirnya memunculkan sikap kritis dan protes publik. Mereka yang merasa terancam hak dan kepentingannya, melawan dengan bersikap kritis dan melakukan protes demonstrasi. Buruh, Mahasiswa, Aktivis dan pegiat bersatu paham tak setuju atau menolak UU yang dinilai super cepat ini.

Tentu saja, langkah tersebut selayaknya dijamin konstitusi. Dan, karena itu, tak boleh ada pelarangan dan bahkan penangkapan atas mereka yang bersikap kritis dan melakukan protes.

Dalih apapun sesungguhnya tak bisa digunakan untuk menangkap dan menahan mereka. Sebab sejauh apapun pikiran dan kebebasan untuk berbeda dengan pemerintah dan penguasa, hal tersebut merupakan keniscayaan.

Presiden Joko Widodo sesungguhnya sudah bersikap sewenang-wenang saat menangkap dan menahan sejumlah aktivis yang berbeda pendapat. Presiden Joko Widodo sungguh tidak lebih baik dari para pendahulunya.

By: Redaksi Aktual