Jenderal Pol Tito Karnavian menuding Aksi Bela Islam III pada 2 Desember mendatang telah direncanakan untuk melakukan makar dengan mengusai Gedung MPR RI. (ilustrasi/aktual.com - foto/antara)
Jenderal Pol Tito Karnavian menuding Aksi Bela Islam III pada 2 Desember mendatang telah direncanakan untuk melakukan makar dengan mengusai Gedung MPR RI. (ilustrasi/aktual.com - foto/antara)

Jakarta, Aktual.com – Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan, maklumat Kapolda Metro Jaya yang telah disebar biasa digunakan pada masa orde baru.

“Pada era reformasi, pasal ini sering digunakan untuk mengkriminalisasi aktivis Papua yang melakukan protes,” kata Ghiffari dihubungi di Jakarta, Rabu (23/11).

Jika benar, kepolisian menerapkan pasal makar dalam aksi 2 Desember nanti, maka sikap yang ditunjukan kepolisian sangat berlebihan.

“Merupakan hal yang berlebihan jika kepolisian menerapkan pasal makar hanya karena ekspresi.”

Aksi demonstrasi, kata dia, merupakan hal yang lazim bila demonstran menyampaikan ketidakpuasannya terhadap pemerintah.

Padahal, menurut Ghiffari, pemerintahan yang saat ini berkuasa menikmati betul kebebasan berekspresi ketika melawan Orde Baru, menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid bahkan mengkritisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam maklumatnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Mochamad Iriawan menyebutkan tentang larangan makar terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden, hendak memisahkan diri dari NKRI dan makar dengan menggulingkan Pemerintah Indonesia.

Kapolda menegaskan ancaman dengan pidana mati atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun. Hal tersebut mengacu pada Pasal 104, 106, dan 107 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Kepala Polri Jenderal Polisi Tito Karnavian telah mengeluarkan pernyataan melarang aksi lanjutan pada 2 Desember 2016.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu