Hal ini lumrah, karena terjadi dan siapa pun dapat menggunakan influencer atau buzzer.

Kalaupun, ada penindakan sejumlah orang yang mengkritik pemerintah itu bukan lantaran karena kritiknya. Mereka yang mengkritik kemudian dipolisikan, karena polisi mengendus ada unsur pidananya, seperti Refly Harun, Rocky Gerung sampai Din Syamsuddin yang masih aman meski sering mengkritik.

Memang ada kasus pengkritik yang kemudian berakhir di meja hukum, misalnya kasus Ustaz Maaher, Ahmad Dhani dan Habib Rizieq. Namun dalam tiga kasus ini, menurut Ade, mereka terjerat unsur pidana.

“Saya nggak ingat orang kritik Jokowi terus kena serangan hukum. Saya kan sering dianggap buzzer dibayar pemerintah untuk lawan Habib Rizieq, lho kan saya nggak dibayar pemerintah. Saya katakan buzzer bagian sah saja dalam demokrasi, buzzer ini orang-orang sipil yang bicara membela yang dianggap benar, ini bukan negara, itu orang-orang sipil,” jelas dia melanjutkan.

Dalam kasus yang dijerat dengan UU ITE, Ade melihat polisi sudah berusaha mungkin menjaga dalam koridor demokrasi.

“Saya gak lihat bukti yang cukup bahwa pemerintah membiarkan aparatnya mengekang kebebasan ekspresi,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin