Serikat pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) melakukan aksi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (22/9/2015). Mereka meminta KPK untuk mengusut dugaan korupsi perpanjangan konsesi JITC oleh Pelindo II. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com — Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) mengecam pernyataan pakar bisnis Rhenald Kasali terkait gaji pekerja dan pekerja JICT yang menentang Dirut Pelindo II RJ Lino di sebuah media online.

Demikian dikatakan Ketua SP JICT Nova Hakim dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/10).

Dirinya menjelaskan, pekerja JICT menentang perpanjangan konsesi bukan karena anti asing atau alasan remunerasi, melainkan prosesnya tidak sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance).

“Pelanggaran GCG yang dimaksud termasuk pelanggaran UU pelayaran dan 3 surat Menteri serta 1 surat Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok yang berulang kali mengingatkan Lino untuk mengajukan izin konsesi sebelum melakukan perpanjangan JICT. Belakangan Lino mulai ajukan izin tersebut ke Kemenhub. Artinya kritik konstruktif kami terhadap kebijakan Pelindo II benar adanya,” kata Nova.

Selain itu, Lino juga tidak menempatkan kepentingan nasional saat memperpanjang Hutchison (HPH) di JICT. Lino seharusnya mampu mengambil saham JICT 100 persen, bukan hanya 51 persen. Pasalnya, JICT dinilai layak dikelola mandiri, baik SDM dan teknologi yang sudah sangat memadai. Volume barang juga tidak ditentukan oleh Hutchison, melainkankan aktivitas perdagangan internasional.

“Pelindo II tidak perlu khawatir soal biaya pemutusan HPH sebesar USD 58 juta mengingat pendapatan tahunan JICT mencapai USD 280 juta. Dengan pendapatan sebesar ini, ada potensi pendapatan lebih dari Rp30 triliun jauh lebih besar daripada perpanjangan dengan HPH. Namun Lino tetap perpanjang JICT dengan harga penjualan lebih murah dibanding tahun 1999. Padahal volume dan investasi meningkat dua kali lipat,” jelas Nova.

Selanjutnya, proses perpanjangan JICT dilakukan terburu-buru dan tidak melalui tender. Hal ini ditegaskan Pelindo II lewat iklan Kompas, Bisnis Indonesia dan Jakarta Post tanggal 8-9 Agustus 2014. Iklan ini dipublikasikan setelah penandatangan perpanjangan kerjasama JICT-Koja tanggal 5 Agustus 2014.

“Soal gaji, staff cost JICT 22% dan biaya teus per pegawai JICT paling efisien diantara pelabuhan Koja bahkan IPC sekalipun. Sangat ironis jika Lino mengkritik gaji pekerja. Ini berarti ia ingin membagi keuntungan yang lebih besar dengan asing ketimbang karyawan yang bekerja membangun JICT,”

“Saat ini Lino juga telah melakukan PHK, mutasi dan ratusan surat peringatan kepada pekerja JICT. Kebijakan kontraproduktif ini menyebabkan demotivasi bekerja dan menyebabkan produktivitas JICT menurun. Padahal di bulan Juni 2015, JICT sempat meraih predikat terminal petikemas terbaik Asia,” tambahnya.

Artikel ini ditulis oleh: