Jakarta, Aktual.com — Suaranya nyaring, posenya berjalan dan saat terbang begitu unik. Burung gagang bayam (Himantopus himantopus) merupakan salah satu burung penghuni Danau Limboto yang tampak cantik di antara burung lainnya.

Ia menonjol saat berada di sekelompok kawanan burung karena memiliki bulu bagian punggung hingga leher berwarna hitam, serta warna putih di bagian perut perut hingga ekor. Kakinya berwarna merah muda, ramping dan panjang, tetapi tampak kokoh menopang berat badannya.

Dalam beberapa kesempatan, gagang bayam terlihat terbang dan mencari makan secara berkelompok dan turut bersama dengan burung jenis lainnya, seperti trinil dan kuntul.

Burung ini menjadi incaran para fotografer yang hobi mengabadikan perilaku satwa liar melalui bidikan lensanya.

“Kami menduga sebagian burung gagang bayam di Danau Limboto adalah pendatang atau migran dari Eropa dan singgah untuk mencari makan. Dalam beberapa tahun terakhir, saya menemukan burung ini jauh lebih banyak pada bulan Agustus hingga Oktober,” kata Idham Ali, fotografer di Gorontalo.

Setelah bulan-bulan tersebut, kata dia, jumlah gagang bayam serta jenis burung lainnya berkurang drastis di kawasan danau.

Idham telah memotret burung ini selama tiga tahun terakhir di Danau Limboto, serta menemukannya di lahan basah, seperti sawah dan tempat yang tergenang air cukup lama.

Sebuah lembaga, Burung Indonesia turut mendata jenis burung migran yang singgah di Danau Limboto.

Selain gagang bayam, ditemukan belasan burung jenis lainnya. yakni burung terik asia oriental (Glareola maldivarum), ibis rokoroko (Plegadis falcinellus), berkik kembang besar (Rostratula benghalensis), gajahan penggala (Numenius phaeopus), kedidi ekor tajam (Calidris acuminata), trinil pantai (Actitis hypoleucos).

Burung lainnya yakni gajahan kecil (Numenius minutus), gagang bayam (Himantopus leucocephalus), berek pasir besar (Charadrius leschenaultii), trinil semak (Tringa glareola), cerek asia (Charadrius veredus), dara laut kumis (Chlidonias hybridus) dan trinil pantai (Actitis hypoleucos).

Sementara itu, Iwan Hunowu dari “Wildlife Conservation Society” (WCS) menjelaskan keberadaan burung migran di kawasan danau patut menjadi perhatian besar, karena migrasi burung-burung tersebut memiliki pola yang khusus.

“Contohnya jenis gagang bayam dia datang dari Eropa sampai ke Afrika dan Tiongkok. Jenis trinil semak bermigrasi ke Afrika dan Asia Selatan,” katanya.

Menurutnya sebelum bermigrasi yang memakan waktu sekitar empat bulan perjalanan, burung melakukan persiapan yang cukup, seperti menaikkan bobot tubuh.

Diburu Bagi warga di pesisir Danau Limboto, gagang bayam dikenal dengan nama Lilimu dan merupakan satu dari sekian burung yang menetap di kawasan itu sejak dulu.

“Lilimu termasuk yang diburu untuk dimakan, tapi rasanya tidak seenak burung duwiwi (itik benjut). Orang tidak terlalu suka rasanya,” kata Kadir Saleh (56), seorang warga Desa Hutadaa, Kecamatan Tilango, Kabupaten Gorontalo.

Kadir mengaku cukup akrab dengan beberapa jenis burung sejak kecil, karena danau menjadi tempatnya bermain-main sepanjang hari.

Ia memprediksi burung tersebut mulai berkurang sejak 15 tahun lalu, karena perburuan liar sehingga warga pesisir mulai jarang melihat burung ini terbang dalam jumlah besar.

“Dulu jumlahnya sangat banyak dan ditangkap dengan cara dijerat atau pakai umpan. Tapi kalau perburuan sekarang lebih canggih, bawa senjata,” tuturnya.

Sejak pemerintah membuka akses jalan lingkar di Danau Limboto dalam dua tahun terakhir, akses menuju ke kawasan tersebut semakin mudah.

Beberapa warga yang hobi berburu biasanya datang ke area tersebut pada pagi dan sore hari, serta membawa pulang buruannya untuk disantap. Namun para fotografer beberapa kali menemukan burung yang telah ditembak, tergeletak begitu saja di hamparan eceng gondok.

Konsultan Burung Iwan Londo mengungkapkan Himantopus termasuk jenis burung pantai penetap dan mulai dipelihara oleh masyarakat umum.

Ia menyebut terdapat 214 jenis burung pantai di dunia dan 65 di antaranya berada di Indonesia. Secara ekologis burung pantai bergantung pada lahan basah sebagai tempat mencari makan dan berbiak.

“Untuk menjaga populasi Himantopus ini, dilakukan dengan melindungi habitatnya. Pendidikan lingkungan untuk masyarakat setempat akan lebih baik karena mereka yang menjaga lokasinya,” kata Iwan.

Pengelola website www.burung-nusantara.org menambahkan persebaran gagang bayam meliputi Sumatera Selatan, Jawa, Sulawesi Australia dan Selandia Baru. Sedangkan untuk “non breeding” (tidak kawin) ada di Filipina, Brunei, Palau, Kalimantan Selatan, NTT, NTB, dan Papua Nugini.

Menurutnya status burung ini kurang diperhatikan.

Sebagian ahli burung di dunia meyakini genus Himantopus memiliki enam jenis yang berbeda, namun sebagian menyatakan hanya ada satu spesies di dunia, yakni Himantopus himantopus.

Danau Limboto sebagai habitat banyak jenis burung merupakan satu dari lima belas danau kritis di Indonesia. Hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1975 mencatat luas danau tersebut tinggal 3.500 hektare, dengan kedalaman 6,85 meter.

Penelitian tim dari Universitas Airlangga Surabaya pada 2007 mencatat penyusutan luasan danau yang kian memprihatinkan, yakni 2.000 hektare dengan kedalaman dua meter.

Penyebabnya antara lain maraknya penebangan hutan di hulu dan pinggiran sungai serta danau, tingginya sedimentasi akibat erosi di musim hujan, hingga pelaksanaan reboisasi yang tidak tepat waktu. Sebagian besar permukaan Danau Limboto yang menjadi daratan kini telah beralih menjadi pemukiman warga, sisanya menjadi keramba yang dikapling dan diklaim sepihak.

Artikel ini ditulis oleh: