Dalam aksinya mendesak Gebenur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk menolak keberdaan aplikasi dan menuntut pemerintah menutup aplikasi transportasi online, yakni Uber dan Grab Taksi.

Jakarta, Aktual.com — DPR RI mewacanakan revisi Undang-undang Lalu Lintas terkait polemik jasa angkutan berbasis aplikasi online. Setelah sebelumnya, ratusan sopir taksi berunjuk rasa menuntut pemerintah menutup penyedia jasa taksi online.

“Kita akan revisi UU itu. Ini akan jadi inisiatif DPR. Karena bagaimana juga kita harus menyelamatkan taksi konvensional atau jasa angkutan berizin. Karena UU sudah kita sepakati bersama. Akan kita bicarakan di Komisi V, karena di UU kemarin nggak masukin taksi online, masukan taksi konvensional aja. Karena itulah jadi seperti ini,” ujar Anggota Komisi V DPR, Nizar Zahro di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3).

Menurutnya, pemerintah sebagai pelaksana UU wajib untuk mencegah hal ini. Sebab, perusahaan penyedia jasa online selalu beralasan menjual aplikasi, tapi kenyataannya menarik tarif dari jasa penumpang yang diangkut dari tempat A ke tempat B.

Terlepas dari itu, dirinya tak mempermasalahkan aplikasi online, namun jadi persoalan ketika penyedia jasa itu tak memenuhi izin yang berlaku. Dengan tak memiliki izin, maka penyedia angkutan online wajib ditutup.

“Dasarnya adalah dia tidak punya izin penyelenggaran angkutan, izin trayek, izin nontrayek. Kaena semua izin di UU 22 Tahun 2009 dan PP No 74 Tahun 2014 tentang Lalu Lintas Jalan tak dipenuhi maka dia wajib ditutup. Jadi bukan masalah aplikasi tapi pembayaran kan transfer rekening walau pun bilang jual aplikasi. Ya ngga bisa dong,”

“Kalau ini dibiarkan maka taksi konvensional yang nggak dapat subsidi pemerintah yang berjuang untuk pemerintah akan mati suri. Dia punya pool, bengkel tiap taun uji kir bayar ke pemprov tapi taksi online nggak bayar apa-apa. Ngga bsa dong,” cetusnya.

Lebih lanjut, Nizar menyebut penyedia jasa online bukan angkutan umum itu tidak bisa dikategorikan sebagai jasa rental. Jika pun akan terus beroperasi, maka perusahaan wajib mengurus izin angkutan umum dan wajib membayar pajak.

“Saya bukan mendukung aplikasi online, tapi 15 poin di UU nomor 22 harus dipenuhi oleh semua perusahaan yang mau berusaha di Indonesia,” ungkap Politikus Partai Gerindra itu.

Artikel ini ditulis oleh: