Jakarta, Aktual.co — Anggota komisi VI DPR RI dari fraksi Partai Gerindra Abdul Wahid setuju jika UU No. 25 Tahun 2007, tetang penanaman modal direvisi.
Sebab, kata dia, di dalam UU itu sangat merugikan kepentingan nasional. Hal itu lantaran dalam UU itu menyebut adanya perlakuan setara antara pemodal lokal dengan pemodal asing. 
“Kalau memang arahnya batasi asing, boleh. Saya setuju, dan akan diperjuagkan. Tapi kalau untuk berikan kelonggaran kepada asing, ini yang perlu kita tolak,” kata dia di gedung DPR RI, Kamis (13/11).
Dirinya mengatakan, pesan dari ketua umum DPP Partai Gerinda Prabowo jangan sampai lengah sehingga asing berkuasa.
“KMP adalah satu-satunya yang menjaga NKRI, menjaga Sumber Daya Alam dan kritis terhadap pemerintah bila lakukan dan berikan kelonggaran bagi pemodal asing,” kata dia. (Baca: UU Tentang Penanaman Modal Akan Diamandemen)
Sebagaimana diketahui, Koalisi Merah Putih yang tergabung dari lima fraksi Parpol di DPR, yakni Golkar, Gerindra, PAN, PKS dan Demokrat itu memiliki agenda untuk amandemen 122 Undang Undang yang pro asing.
Bahkan, bukan hal yang mustahil jika niat baik KMP bisa terwujud. Sebab, kemenangan KMP yang menguasai parlemen dinilai sebagai posisi yang sangat strategis.
Rencana mengamendemen undang-undang itu pertama kali diungkap oleh Ketua Presidium Koalisi Merah Putih, Aburizal Bakrie saat berpidato dalam silaturahmi dan orientasi anggota DPR RI periode 2014-2019 di Hotel Sultan, Jakarta.
Saat itu, Ical menyebut ada 122 undang-undang yang harus ditinjau kembali agar bisa mengubah demokrasi Indonesia menjadi berasaskan Pancasila.
Pernyataan Ical disambut baik oleh Ketua DPR Setya Novanto. Dia mendukung rencana Koalisi Merah Putih untuk merevisi ratusan undang-undang. Menurut Setya, UU yang ada saat ini masih perlu disinkronisasi dan diharmonisasi oleh pemerintah dan DPR.
“Ini masukan yang bagus (merevisi 122 undang-undang), karena di dalam undang-undang yang ada, perlu adanya perhatian,” ujar Setya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 9 Oktober 2014.
Politisi Partai Golkar itu menjelaskan, dalam satu tahun DPR bisa menghasilkan 20 sampai 30 undang-undang. Namun, undang-undang yang dihasilkan itu, sebagian akhirnya dimentahkan oleh Mahkamah Konstitusi.
“Ke depan kita akan teliti lebih lanjut, akan kita kaji. Nanti Baleg (Badan Legislasi) akan melakukan sinkronisasi dan koordinasi. Ini masukan yang bagus. Karena undang-undang sekarang betul-betul perlu ada sinkronisasi dan harmonisasi,” kata dia.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal sangat merugikan kepentingan nasional. Hal itu lantaran dalam UU itu menyebut adanya perlakuan setara antara pemodal lokal dengan pemodal asing. 
Hal itu yang membuat kedudukan modal asing menjadi semakin dominan atas Indonesia. Aturan perlakuan sama tersebut menghambat kemampuan perkembangan industri nasional. Padahal, Indonesia masih dalam tahap negara berkembang yang berupaya meningkatkan kemampuan dalam negeri.
UU No. 25 Tahun 2007 Pasal 6 ayat (1) yang menyebut, pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahkan, pada bagian penjelasannya, pasal ini menyebutkan perlakuan yang sama adalah pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam modal yang telah menanamkan modalnya di Indonesia. Perlakuan sama itu berkaitan dengan fasilitas yang berhak didapat penanam modal.
Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal misalnya pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu, pembebasan atau penangguhan PPN atas impor barang modal atau mesin, keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Selain itu, bentuk fasilitas lain yang dapat diterima asing diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah.
Bentuk insentif dapat berupa pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah, pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah, pemberian dana stimulan, dan/atau pemberian bantuan modal.
Undang-Undang Penanaman Modal itu tidak sejalan dengan UUD 1945, sebagaimana tertera dalam Pasal 33 Ayat 1,2, dan 3.
Dalam pasal 33 UUD 45, ayat (1), perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Ayat (2), cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pada Ayat (3), bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Laporan: Adi Adrian

Artikel ini ditulis oleh: