Semarang, aktual.com – Kepolisian Besar Republik Indonesia mengusulkan klausul hukum adat istiadat yang ada di sejumlah Indonesia dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang KUHP.

Menurut Kepala Divisi Hukum (Kadivhum) Mabes Polri Irjen Pol M Iriawan, hukum adat istiadat demi memperhatikan kearifan lokal pada ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. “Proses hukum yang berjalan di negeri ini akan terlihat positif apabila dapat melihat kearifan lokal di dalamnya,” ungkap mantan Kapolda Jabar ini, kepada wartawan di sela seminar RUU KUHP dan penegakan hukum oleh Polri, di Hotel Patrajasa Semarang, Selasa (10/11).

Ia menjelaskan kearifan lokal (local wisdom) yang layak dimasukan dalam RUU KUHP adalah proses hukuman bagi pembunuh yang ada di Papua. Dicontohkan, orang membunuh di Papua akan dihukum cukup dengan membayar babi, maka hal itu bisa didesain sesuai hukum modern agar bisa dimasukan dalam RUU KUHP.

Sementara, azas hukum adat lainnya yang layak diusulkan dalam RUU KUHP mengenai hukumannya.

Seperti diketahui, pembahasan RUU KUHP di Senayan kini menimbulkan pro-kontra. Terkini, sejumlah legislator Senayan menuai protes dari pegiat anti korupsi lantaran mewacanakan hukuman bagi koruptor dimasukan dalam RUU KUHP.

Contoh laib, bagi pelaku pencurian uang di tempat peribadatan, maka hukum adat soal pencurian uang ini sudah terjadi di Provinsi Bali.

“Di Bali juga mengatur sendiri soal hukuman pencurian uang gepeng (koin) di pura. Ini kami kira perlu dipertimbangkan oleh pemerintah pusat,” papar perwira kelahiran Jakarta 53 tahun silam ini.

Oleh karena itu, ia menyarankan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan azas hukuman adat yang patut dimasukan ke dalam RUU KUHP. Hal ini tentunya dengan mengkaji besar dan tidaknya aksi kejahatan yang dilakukan oleh pelaku.

“Kami harus mengkaji situasi yang terjadi bila ada dosa besar ya akan dihukum pidana lah. Tapi tetap menyesuaikan adat di tiap daerah,” tutur lulusan Akpol 84 tersebut.

Artikel ini ditulis oleh: