Jakarta, Aktual.com — Potensi defisit di APBN 2016 diprediksi masih akan melebar, untuk menututupnya pemerintah memang gencar menjual surat utang baik untuk pasar domestik maupun luar negeri.

Namun kini, masyarakat dari berbagai kalangan diminta untuk membantu pemerintah untuk menutup defisitnya. Caranya dengan menabung di Tabungan Pos, sebagai produk baru yang diluncurkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah yang hanya dijual di PT Pos Indonesia (Persero).

“Kami bersama pemerintah akan membentuk Tabungan Pos. Nantinya, uang simpanan publik itu hanya digunakan untuk membeli obligasi pemerintah, sehingga bisa menopang kebijakan fiskal,” tandas Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Firdaus Djaelani di Jakarta, Selasa (8/3).

OJK dan pemerintah, kata dia, merasa perlu meluncurkan produk ini karena pemerintah dalam upaya menutup defisit APBN-nya butuh bantuan dari seluruh masyarakat Indonesia. Apalagi memang potensi dana yang terkumpul bisa mencapai ratusan miliar rupiah.

Menurut dia, dengan adanya penghimpunan dana publik yang akan ditempatkan di instrumen obligasi pemerintah, dianggap akan mampu membantu dalam menopang stabilitas keuangan domestik.

“Karena selama ini, dana-dana jangka pendek yang ditarik di pasar selalu menggangu perekonomian kita,” tandasnya.

Namun sebelum itu terealisasi, pemerintah mesti terlebih dahulu mencabut Peraturan Pemerintah (PP) tentang Bidang Usaha PT Pos Indonesia. Bahkan OJK harus menerbitkan Peraturan OJK (POJK) terkait produk keuangan di Tabungan Pos ini.

Nantinya, penerbitan produk ini akan bekerjasa dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Negara BUMN.

“Karena kami melihat uang beredar di masyarakat masih banyak, bahkan masih banyak ada di desa. Jumlahnya bisa ratusan triliun rupiah. Untuk pengawasannya kami yang akan melakukan,” tegas Firdaus.

Potensi defisit sendiri diakui Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memang masih tinggi. Semula pemerintah berharap dengan diundangkannya RUU Pengampunan Pajak dapat lebih banyak mengumpulkan dana pajak, sehingga bisa mengurangi potensi defisit yang kian lebar.

Makanya pemerintah selain gencar menjual obligasi juga memanfaatkan dana nganggur dalam rangka menutup defisit ini. Antara lain dana dari sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) yang mencapai Rp 26 triliun.

Berdasar data realisasi APBN Perubahan (APBN-P) 2015 dari Kemenkeu menunjukkan, pemerintah memiliki SiLPA sebesar Rp 26 triliun. Angka tersebut berasal dari selisih antara realisasi pembiayaan per 31 Desember 2015 sebesar Rp 318,1 triliun dengan realisasi defisit anggaran pada periode yang sama sebesar Rp 292,1 triliun.

Namun penggunaan SILPA ternyata tak semudah itu. Menurut Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Askolani, SiLPA tak bisa langsung dipakai karena bentuknya nontunai.

“Penggunaan SILPA disesuaikan dengan proyeksi anggaran ke depan. Biasanya SiLPA dipakai untuk kebutuhan di awal tahun,” tegas dia.

Dengan tambahan pembiayaan dari sebagian SiLPA tahun 2015, pemerintah punya ruang memperlebar defisit anggarannya hingga Rp 293,2 triliun. Dengan asumsi produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 12.706,98 triliun, defisit anggaran mencapai 2,31% dari PDB. Adapun target defisit tahun ini Rp 273,2 triliun atau 2,15% dari PDB.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka