Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir memaparkan hasil pertemuan dengan Presiden Joko Widodo yang membahas potensi Indonesia sebagai negara Muslim serta isu deradikalisasi di Istana Merdeka, Jakarta, (1/4). PP Muhamadiyah menyampaikan tentang potensi besar bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang produktif, berdaya saing tinggi, dan bangkit dengan bangsa-bangsa lain di Asia. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta Pemerintah mengkaji lima hal ini dari kebijakan ‘new normal’ (normal baru).

“Pemerintah perlu mengkaji dengan saksama pemberlakuan new normal, dan penjelasan yang objektif dan transparan,” ujar Haedar dalam siaran pers tentang Pemberlakuan New Normal yang diterima di Jakarta, Kamis (28/5).

Penjelasan yang objektif dan transparan yang dimaksud terutama yang terkait dengan: (1) dasar kebijakan ‘new normal’ dari aspek utama yakni kondisi penularan COVID-19 di Indonesia saat ini, (2) maksud dan tujuan ‘new normal’, (3) konsekuensi terhadap peraturan yang sudah berlaku, khususnya PSBB dan berbagai layanan publik, (4) jaminan daerah yang sudah dinyatakan aman atau zona hijau yang diberlakukan ‘new normal’, (5) persiapan-persiapan yang saksama agar masyarakat tidak menjadi korban, termasuk menjaga kemungkinan masih luasnya penularan wabah COVID-19.

“Perlu ada penjelasan dari Pemerintah tentang kebijakan ‘new normal’. Jangan sampai masyarakat membuat penafsiran masing-masing,” ujar Haedar.

Kesimpangsiuran mengenai penafsiran ‘new normal’ ini dipandang menjadi sumber ketegangan aparat dengan rakyat. Bahkan, demi melaksanakan aturan, kadang sebagian oknum aparat menggunakan cara-cara kekerasan.

Sementara, laporan BNPB menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 masih belum dapat diatasi. Tetapi Pemerintah justru mulai mewacanakan ‘new normal’.

“Apakah semuanya sudah dikaji secara valid dan saksama dari para ahli epidemiologi. Wajar jika kemudian tumbuh persepsi publik yang menilai kehidupan masyarakat dikalahkan untuk kepentingan ekonomi. Penyelamatan ekonomi memang penting, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah keselamatan jiwa masyarakat ketika wabah COVID-19 belum dapat dipastikan penurunannya,” ujar Haedar.

Ia mengatakan dengan segala otoritas dan sumber daya yang dimiliki, Pemerintah tentu memiliki legalitas kuat untuk mengambil kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Maka dengan demikian sepenuhnya Pemerintah bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari kebijakan ‘new normal’ yang akan diterapkan di Indonesia.

“Semua pihak di negeri ini sama-sama berharap pandemi COVID-19 segera berakhir di Indonesia maupun di mancanegara. Namun semuanya perlu kesaksamaan agar tiga bulan yang telah kita usahakan selama ini berakhir baik. Semoga Allah SWT melindungi bangsa Indonesia,” kata Haedar Nashir pula.