Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (kanan) berjalan menuju ruang penandatanganan Kontrak Kegiatan Strategis Tahun Anggaran 2016 di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (18/1). Kementerian Perhubungan melakukan penandatanganan 12 kontrak kegiatan strategis Tahun Anggaran 2016 senilai Rp2,071 Triliun dari total 273 paket kegiatan senilai Rp14,242 Triliun. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/foc/16.

Jakarta, Aktual.com — Presiden Joko Widodo meminta revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme tetap mengendepankan asas praduga tak bersalah dan pendekatan Hak Asasi Manusia (HAM).

“Diminta kepada Menko Polhukam dan Menkumham untuk berkoordinasi karena kebutuhan atas hal tersebut (revisi UU Terorisme) dengan berbagai pertimbangan, tapi tetap kedepankan asas praduga tak bersalah dan pendekatan HAM,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kantor Presiden Jakarta, Kamis (21/1).

Pramono mengatakan, sebelum memutuskan melakukan revisi UU Terorisme, ada tiga alternatif yang diajukan, yakni melakukan revisi UU 15/2003 sekaligus keputusan dari Perubahan Perppu tahun 2002, menenrbitkan Perppu dan membuat UU baru.

“Setelah mendengar pendapat dan masukan, Presiden memberi arahan kepada Menko Polhukam, Kapolri, BIN, BNPT yang dilakukan adalah revisi terhadap UU tersebut (UU 15/2003),” kata Pramono yang didampingi Menkumham Yasonna Laoly.

Pramono menyebutkan, presiden juga menginginkan revisi UU Terorisme yang menyangkut persoalan deradikalisasi harus mempertimbangkan berbagai hal, yang tumbuh dalam masyarakat, seperti ideologi, kekerasan, pendidikan, ketimpangan dan kesenjangan.

Pramono juga mengatakan, regulasi terorisme sebenarnya sudah berjalan dengan baik, namun melihat perkembangan radikalisme dunia menuntut adanya perubahan.

Dalam hal pencegahan terorisme, kata Pramono, Presiden meminta Menteri Komunikasi dan Informasi untuk memantau akun-akun yang menyebarkan faham radikalisme segera ditutup.

Presiden juga memerintahkan Menkumham untuk menertipkan Lembaga Pemasyarakatan yang ada agar tidak menjadi sarang tumbuhnya radikalisme.

“Karena dari berbagai laporan yang ada, salah satu sumber radikalisme, selain ajaran secara langsung, tumbuh di lapas,” kata Pramono.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, pihaknya mempertimbangkan untuk menyatukan tahanan pelaku terorisme dalam lapas khusus.

“Ada beberapa pemikiran ditempatkan satu pulau dan Lapasnya dengan pengamanan super maksimum. Dan ada juga pikiran disebar di beberapa tempat tapi bloknya sangat khusus dan dijaga super maksimum,” kata Yosanna.

Menkumham mengungkapkan pihaknya sudah menugaskan Ditjen PAS untuk melakukan kajian terhadap pemikiran pembuatan Lapas khusus terorisme ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu