Jakarta, Aktual.com — Keabsahan rekaman percakapan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto dan Riza Chalid yang dijadikan barang bukti diragukan keabsahannya dalam kasus pemufakatan jahat yang tengah diselidiki Kejaksaan Agung.

Guru besar Hukum Pidana Prof Andi Hamzah ikut angkat bicara. Ia menilai rekaman yang diperoleh Kejagung tidak dapat menjadi alat bukti.

“Dalam, rancangan KUHP atas usul ahli hukum acara pidana sedunia Prof Thaman, hal itu ditegaskan dalam KUHP semua alat bukti (bukan rekaman saja) yang diperoleh secara tidak sah tidak dapat dipakai alat bukti,” kata Andi mantan Jaksa yang saat ini mengajar di Pusdiklat Kejagung, di Jakarta, Rabu (6/1).

lebih lanjut, Ketua Tim Perumus Undang-Undang Tipidkor ini juga mengatakan, perekaman pembicaraan orang lain tanpa izin, sama dengan penyadapan telepon tanpa izin dan memasuki perkarangan orang lain tanpa izin, semuanya menyangkut privacy orang lain. Meski tidak ada tindak pidana dalam KUHP Indonesia.

Meski demikian, guru besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta ini telah memasukan dalam rancangan KUHP sejak 30 tahun lalu.

Menurut Andi rekaman pembicaraan dengan bukti CCTV yang didapat tim penyelidik di Hotel Ritz Carlton, Jakarta sangat berbeda.

“Pertama perekaman pembicaraan orang lain bersifat khusus untuk otang tertentu, waktu tertentu, tidak diketahui orang yang direkam pembicaraannya. Sedangkan CCTV bersifat umum, waktu terus-menerus, dapat diketahui atau dilihat orang. Perekaman pembicaraan berupa suara, sedangkan CCTV hanya gambar,” tandasnya.

Senada dengan Andi, mantan jaksa Adnan Paslyadja mengutarakan, barang bukti berupa rekaman melalui telepon celuller merupakan bukti permulaan berdasarkan Pasal 5 huruf a angka 2 KUHAP dan Pasal 26 A Undang-Undang No.20/2001.

Menurut dosen tetap FH UMJ ini, tahap penyidikan merupakan bukti setelah disita secara sah di pengadilan merupakan alat bukti petunjuk setelah diajukan di sidang pengadilan. Namun bila rekaman diperoleh secara tidak sah tanpa sepengetahuan pihak yang direkam menjadi tidak sah.

“Itu tindakan tidak bertanggungjawab dan melanggar HAM yang dilindungi oleh KUHAP. Yang boleh hanyalah penyidik. Dengan demikian rekaman yang dilakukan Maroef Sjamsoeddin tidak dapat dijadikan bukti di penyidikan,” tandas Adnan yang juga ahli dari KPK.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby