Tulungagung, Jatim, Aktual.com – Sejumlah mahasiswa IAIN Tulungagung, Senin (16/11), menggelar demonstrasi mengecam jajaran rektorat setempat karena dianggap abai terhadap kasus pelecehan seksual yang dialami salah satu mahasiswi setempat, padahal sudah dibuat aduan lengkap dengan kronologi kejadian.

Unjuk rasa digelar sejumlah aktivis mahasiswa yang menamakan Koalisi IAIN TA Bersuara, di pintu masuk utama IAIN Tulungagung serta rektorat kampus yang berlokasi di jalan raya Major Sujadi 46 , Kota Tulungagung, Jawa Timur.

Para mahasiswa protes karena kampus tidak segera menindaklanjuti kasus itu dan justru mewisuda pelaku pelecehan, akhir pekan lalu.

“Terlapor sudah diwisuda padahal kasus belum selesai, kami menyayangkan kampus tidak memproses lebih dulu kasus kekerasan seksual itu,” kata Koordinator Koalisi IAIN Tulungagunh Bersuara, Roiyyatus Sa’adah.

Menurut Roiyyatus dan pengunjuk rasa lain, pihak kampus seharusnya memiliki unit layanan khusus untuk menangani kasus pelecehan seksual. Ketiadaan unit layanan khusus membuat proses penangananya tidak berjalan lancar.

Mereka juga menyayangkan adanya kesan “victimisasi” atau “menyalahkan” yang dilakukan oleh pihak kampus terhadap korban.

“Seharusnya korban itu dilindungi bukan malah mendapatkan ‘victimisasi’,” katanya.
Aksi itu sendiri merupakan bentuk dukungan terhadap korban pelecehan seksual, yang akan mengikuti persidangan di internal kampus.

Menurut Roiyyatus, korban sempat mengalami depresi dan trauma, atas tindakan pelecehan yang dilakukan oleh kakak tingkatnya.

Hingga saat ini proses persidangan masih berlanjut.

Korban dan terlapor sama-sama tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum. Terlapor melakukan pelecehan seksual terhadap korban dengan modus mengajaknya mendaki gunung.

“Kejadian pelecehan seksualnya di luar kampus tapi mereka berdua tercatat sebagai mahasiswa di kampus ini,” ujarnya.

Menanggapi aksi tersebut, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan IAIN Tulungagung, Abad Badruzaman mengakui belum punya penyelesaian untuk permasalahan pelecehan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa.

“Tetapi kami memastikan sudah berkoordinasi dengan pusat ‘study gender’ dan anak akan segera merilis peraturan dan keluar peraturan rektor tentang penanggulangan dan pelecehan seksual,” katanya.

Untuk saat ini, kata Abad, pihak rektorat hanya menerima laporan terhadap kasus yang dihadapi. Namun selebihnya pihak kampus tak bisa melakukan persidangan dengan hanya mendasarkan laporan tanpa diikuti data, bukti dan saksi.

“Karena peradilan harus berdasarkan pelaporan, pengaduan, jelas kapan, dimana, siapa dan dalam kondisi apa. Peradilan harus objektif, adil dan berimbang,” katanya.

Terkait sanksi, Abad menyatakan bahwa pihak kampus masih melakukan pengkajian lebih lanjut. Hal ini dikarenakan materi sidang dan peraturan sanksi kasus pelecehan seksual belum didapatkan.

“Kalau sebatas unsur sensualitas kita bisa selesaikan dengan kode etik mahasiswa. Namun ini sudah masuk ke pelecehan seksual, kami membutuhkan waktu untuk membahas sanksi,” katanya. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Warto'i