Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. credit dpr.go.id

Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni setuju dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai pandangan bahwa hukuman penjara tidak menciptakan efek jera bagi para koruptor. Selain dari sanksi penjara, Sahroni mendukung gagasan untuk mengurangi kekayaan para koruptor sebagai bentuk hukuman tambahan.

“Saya sepakat kalau sekarang hukuman penjara untuk koruptor tak serta-merta menimbulkan efek jera. Kita harus cari cara efektif yang bukan hanya menimbulkan efek takut, tapi juga mengembalikan kerugian negara,” kata Sahroni kepada wartawan, Selasa (12/12).

Sahroni mengharapkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kejaksaan dapat melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap dana negara yang telah disalahgunakan oleh para koruptor. Selanjutnya, menurutnya, hasil penyelidikan tersebut seharusnya dikembalikan secara penuh ke kas negara.

“Efek ‘memiskinkan’ ini pasti akan ditakuti koruptor karena, selain dipenjara, keluar penjara nanti juga mereka tidak dapat apa-apa,” ucapnya.

Seperti yang telah diinformasikan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa jumlah temuan kasus korupsi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Jokowi mencatat bahwa sebanyak 1.385 individu, yang terdiri dari pejabat negara, pelaku swasta, dan birokrat, telah dijatuhi hukuman penjara dalam rentang waktu 2004-2022 akibat terlibat dalam kasus korupsi.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Jokowi pada acara puncak Hari Antikorupsi Sedunia 2023 di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, pada hari Selasa (12/12). Dalam acara tersebut, Jokowi memberikan rincian jumlah pejabat negara, pelaku swasta, dan birokrat yang telah dipenjarakan karena terlibat dalam tindak pidana korupsi.

“Catatan saya, 2004-2022 yang dipenjarakan karena tindak pidana korupsi ada 344 pimpinan dan anggota DPR dan DPRD. Itu termasuk ketua DPR dan juga ketua DPRD, ada 38 menteri dan kepala lembaga, ada 24 gubernur, dan 162 bupati dan wali kota,” kata Jokowi.

“Ada 31 hakim, termasuk hakim konstitusi ada 8 komisioner, di antara KPU, KPPU, dan KY, dan juga ada 415 dari swasta dan 363 dari birokrat, terlalu banyak,” lanjut Jokowi.

Jokowi menyatakan bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara yang memiliki jumlah pejabat yang dipenjarakan lebih banyak daripada negara lain. Jokowi merasa paradoks bahwa kasus korupsi masih sering ditemukan hingga saat ini.

“Banyak sekali, sekali lagi carikan negara lain yang memenjarakan sebanyak di Indonesia. Dengan begitu, banyaknya orang pejabat yang dipenjarakan apakah korupsi bisa berhenti? Berkurang? Ternyata sampai sekarang pun masih kita temukan banyak kasus korupsi,” ujarnya.

Jokowi menyatakan perlunya suatu evaluasi menyeluruh terkait hal ini. Meskipun Jokowi setuju dengan program-program KPK yang mencakup pendidikan, pencegahan, hingga penindakan, namun menekankan bahwa ada kebutuhan untuk melakukan evaluasi terhadap aspek-aspek tertentu.

“Artinya ini kita perlu mengevaluasi total saya setuju apa yang disampaikan Ketua KPK pendidikan pencegahan penindakan ya, tapi ini ada sesuatu yang memang harus di evaluasi total,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain

Tinggalkan Balasan