Jakarta, Aktual.com – Seorang saksi fakta bernama Noviar Bade Rani yang dihadirkan pihak Hizbut Tahrir Indonesia dalam persidangan gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Kamis (25/1), menyebut bahwa HTI pernah mengkritik soal pengelolaan sumber daya alam.

“Ya (pernah mengkritik). Kritiknya seperti umpamanya mengenai cara pengelolaan SDA, bahwa dalam ajaran islam sesuai Al Qur’an dan hadist diajarkan seperti ini, seperti ini, tapi saya tidak hapal hadistnya,” kata Noviar saat bertindak sebagai saksi fakta dalam persidangan gugatan HTI terhadap Menteri Hukum dan HAM di PTIN, Jakarta, Kamis.

Pihak HTI selaku penggugat menghadirkan tiga saksi fakta dalam sidang lanjutan terkait gugatan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), di PTUN, Jakarta, Kamis.

Para saksi ini bukan merupakan pengurus atau anggota HTI, namun pernah beberapa kali mengikuti kegiatan HTI.

Noviar sendiri merupakan Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al Muttaqin, Bogor yang berada di lingkungan tempat tinggal Sekretaris sekaligus juru bicara HTI Ismail Yusanto. Noviar adalah tetangga dari Ismail dan mengetahui bahwa Ismail adalah juru bicara HTI.

Menurut Noviar, Ismail pernah beberapa kali memberikan ceramah di masjid yang diurusnya. Namun materi ceramahnya biasa saja layaknya isi ceramah di masjid-masjid lain yang berisi tentang ajaran Islam.

Ceramah Ismail sepengetahuannya tidak pernah menyinggung soal pembubaran NKRI atau Pancasila dan UUD 1945, serta tidak pernah menyinggung soal pengkafiran golongan lain di luar HTI.

“Ceramahnya seperti biasa saja, mengenai akidah, muamallah. Kalau pas Ramadhan ya masalah Ramadhan, tentang puasa,” ujar Noviar.

Noviar mengatakan ceramah yang diberikan Ismail dapat diterima olehnya sebagai sebuah sosialisasi ajaran Islam.

Noviar juga mengaku pernah diundang Ismail menghadiri rapat dan pawai akbar HTI di Gelora Bung Karno tahun 2015. Kala itu, kata dia, kegiatan HTI tidak ada yang menyinggung pembubaran NKRI.

Yang dia lihat saat itu, lebih banyak atraksi yang bersifat kolosal seperti pengibaran panji-panji bendera Rasullullah berwarna hitam.

Namun dia mengaku melihat juga ada panji-panji bendera merah putih dalam kegiatan saat itu.

Saksi lain yakni Muhammad Umar Alkatiri, juga bukan pengurus/anggota HTI tetapi pernah atau secara berkala mengikuti kegiatan kajian-kajian keagamaan yang diselenggarakan HTI.

“Saya pernah ikut pengajian dan dakwah. Saya juga ikut kajian rutin seminggu sekali, sudah sejak 2016, kajiannya lebih membahas tentang keimanan, akidah dan aturan hidup,” kata Alkatiri.

Alkatiri juga mengaku pernah ikut HTI dalam kegiatan aksi seperti bela Islam dan membela Palestina serta Rohingya. Alkatiri mengaku ikut kegiatan tersebut karena merasa terpanggil lantaran dirinya adalah seorang Muslim.

Dalam kegiatan yang diikutinya itu HTI tidak pernah menyerukan pembubaran NKRI atau menentang nasionalisme, Pancasila dan UUD 1945.

Sidang ini dipimpin Hakim Ketua Tri Cahya Indra Permana, S.H., M.H. beserta dua Hakim Anggota yakni Nelvy Christin, S.H., M.H. dan Roni Erry Saputro, S.H., M.H. serta Panitera Pengganti Kiswono, SH., MH.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: