Jakarta, aktual.com – Konflik hukum terkait kepemilikan dan pengelolaan Apartemen The One Umalas di Kerobokan, Bali, semakin meruncing. Perseteruan antara Budiman Tiang (BT), yang mengaku sebagai pemilik sah, dengan PT Samahita Umalas Prasada (PT SUP), yang bekerja sama melalui Kerja Sama Operasi (KSO) dengan perusahaan milik warga negara Rusia, Magnum Estate International (MEI), kini berlanjut ke ranah perdata di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali.
Kasus ini sempat ramai diberitakan di media lokal maupun nasional, mengingat kedua pihak saling melaporkan ke kepolisian dan kini saling menggugat untuk mengklaim keabsahan hak atas kepemilikan dan pengelolaan properti tersebut.
Tim kuasa hukum BT dari Kantor Hukum Agus Widjajanto & Partners, yang dikenal luas sebagai pengacara keluarga Cendana, melalui siaran persnya, Kamis (22/5/2025) menyampaikan keterangan resmi menanggapi konferensi pers yang dilakukan oleh kuasa hukum PT SUP dan MEI pada 21 Mei 2025 di Bali.
Dalam pernyataan yang dibacakan oleh dua partner senior firma hukum tersebut, Hendrikus Hali Atagoran dan Agung Aprizal, ditegaskan bahwa permasalahan hukum Budiman Tiang sebetulnya sederhana, namun dibuat rumit hingga menjadi perhatian publik nasional.
“Kami memang ditunjuk sebagai kuasa hukum oleh Budiman Tiang untuk melakukan gugatan wanprestasi terhadap PT Samahita Umalas Prasada (PT S.U.P),” ujar keduanya.
Konflik bermula dari perjanjian kerja sama antara BT, selaku pemilik sertifikat HGB nomor 619, 621, 622/Kerobokan, Badung – dengan PT SUP untuk pembangunan Apartemen The One Umalas. Namun, pembangunan tidak kunjung selesai. Bahkan, dengan alasan kehabisan modal, PT SUP meminjam dana sebesar Rp24 miliar dari BT. Sayangnya, dana tersebut diduga tidak digunakan untuk melanjutkan proyek, melainkan untuk keperluan lain.
“Dalam perjanjian dengan PT SUP, pada Pasal 7 disebutkan bahwa pemilik tanah hanya akan menerima kompensasi sebesar Rp425 juta dan 46 persen saham. Namun, klien kami (BT) tidak pernah menerima dividen, meski berharap memperoleh keuntungan dari aset tanah SHGB yang dimiliki,” ujar mereka.
Masalah semakin pelik ketika PT SUP melakukan kerja sama operasional (KSO) dengan Magnum Estate International berdasarkan akta No. 34 Tahun 2021 tertanggal 28 Desember 2021. Pihak BT menilai, sejak saat itulah muncul skenario untuk menyingkirkan dirinya.
“Di sinilah perlunya keadilan ditegakkan walaupun besok langit runtuh. Klien kami akan tetap memperjuangkan hak-haknya melalui jalur hukum,” tegas Hendrikus dan Agung.
Dalam konferensi pers 21 Mei 2025, pihak BT menyampaikan tanggapannya terhadap klaim yang dilontarkan kuasa hukum PT SUP dan MEI:
- Soal Eurasia, pihak BT justru mendukung sebagai wadah customer untuk mendapatkan haknya kembali, tidak hanya di Umalas tapi untuk semua proyek Magnum.
- Keuntungan proyek belum terealisasi, namun ormas telah dikirim untuk mengusir pemilik tanah dan pemegang saham 46 persen pada Maret 2024.
- Ditekankan perlunya audit dan pertanggungjawaban keuangan oleh auditor independen.
- [Poin 4 tidak tersedia.]
- Dugaan penggunaan transaksi crypto untuk pembayaran dituding menyebabkan penyelewengan PPN dan PPh, yang merugikan negara dan membahayakan investor.
- Pernyataan pihak PT SUP dan MEI akan diapresiasi apabila disertai pertanggungjawaban finansial yang transparan berdasarkan audit independen, sebagaimana layaknya badan usaha profesional.
- Mengenai laporan polisi terhadap Dirut PT SUP, pihak BT menegaskan bahwa bukan karena kekurangan bukti laporan dihentikan (SP3), melainkan karena dicabut oleh klien atas dasar kesepakatan damai – dan hal ini disertai bukti.
“Masalah demi masalah inilah yang menyebabkan konflik hukum mencuat,” kata tim hukum BT.
Menutup pernyataannya, Hendrikus dan Agung menyampaikan bahwa Indonesia sebagai negara hukum harus menjunjung tinggi keadilan.
“Biarlah hukum yang menjadi juri yang adil untuk menguak kebenaran dari permasalahan ini. Media sebagai kekuatan keempat dalam demokrasi modern punya peran penting dalam mengontrol keadilan dan kebenaran yang didambakan oleh semua warga negara yang memiliki hak dan persamaan di hadapan hukum,” tutup keduanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano