“Tiga puluh. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ibu Yohana Yembise. Beliau ini adalah profesor, guru besar perempuan pertama dari Papua. Aktif dalam gerakan masyarakat marjinal dan pelindungan anak,” kata Presiden Joko Widodo saat itu ketika memperkenalkan Yohana sebagai salah satu menterinya, sebagaimana dikutip dari buku “Dunia Yohana, Inspirasi dari Ufuk Timur”.

Menjadi menteri barangkali tidak pernah terbayang dalam benak Yohana. Meskipun berhasil menjadi profesor perempuan pertama dari Papua di Universitas Cenderawasih, Yohana sama sekali tidak pernah punya pengalaman di birokrasi.

Pengalaman politik pertama dan satu-satunya yang pernah dia alami adalah ketika bersaing dalam Pemilihan Bupati Biak 2013, berpasangan dengan Frits G Senandi, melalui jalur perseorangan.

Yohana, yang pada saat itu sudah aktif dalam berbagai organisasi dan pusat studi tentang perempuan, memiliki motivasi agar Kabupaten Biak menjadi lebih maju dan membuktikan bahwa perempuan bisa membuat perempuan

Kalah dalam pemilihan bupati, apalagi dengan perolehan suara terendah, Yohana sama sekali tidak berpikir akan mendapatkan jabatan yang lebih tinggi. Saat tahu bahwa dia dipilih sebagai menteri, dia bahkan merasa khawatir akan terjadi penolakan dari masyarakat Papua karena namanya saat itu sama sekali tidak masuk dalam bursa calon menteri dari Papua yang diperbincangkan.

Apalagi, dia berasal dari Papua, sebuah daerah yang memiliki adat patriarki sangat kuat yang kerap kali menempatkan perempuan pada posisi di bawah laki-laki.

Artikel ini ditulis oleh: