Seorang wanita melintas diantara foto-foto potret puluhan artis perempuan Indonesia dengan tema kampanye "Suara Hati" untuk menyuarakan anti kekerasan terhadap perempuan di Ambarukmo Plaza Yogyakarta, Selasa (16/2). Sebanyak 1.497 perempuan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 2015 melaporkan kasus kekerasan terhadap perempuan, dan semakin tahun diperkirakan semakin meningkat. ANTARA FOTO/Regina Safri/pd/16.

Jakarta, Aktual.com — Sejumlah aktivis perempuan mendatangi kantor Badan Reserse Kriminal Polri, untuk bertemu Kabareskrim Komjen Anang Iskandar, Selasa (8/3).

Mereka terdiri dari LBH Apik Jakarta, Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga‎, Jaringan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.

Maksud kedatangan Ratna Batara Munti selaku Direktur LBH Apik Jakarta, Lita Anggraini perwakilan dari koordinator Jala PRT, Kencana Indrishwari perwakilan Jaker PKTP dan Desma dari change.org untuk memberikan petisi 20.000 tandatangan agar kasus kekerasan terhadap perempuan harus tetap dilanjut atau proses hukum.

“Kasus-kasus ini tak luput dari perhatian masyarakat antara lain terlihat dari dukungan yang terus mengalir lewat petisi-petisi di laman change.org yang mendesak agar terduga pelaku kekerasan terhadap perempuan kasusnya harus terus diproses hukum, bahkan dipecat dan dipenjarakan,”‎ kata koordinator campaigns associate Indonesia Dhenok Pratiwi di Bareskrim.

Petisi-petisi yang akan diserahkan kepada pejabat Polri antara lain berjudul ‘Penjarakan dan pecat Ivan Haz anggota DPR Fraksi PPP yang terlibat kekerasan terhadap pekerja rumah tangga’.

“Kemudian, ada juga petisi berjudul ‘Teruskan proses hukum dugaan penganiayaan dan pelanggaran kode etik oleh Masinton Pasaribu’ anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan.”

Menurut dia, untuk memperingati Hari Perempuan International pada tanggal 8 Maret, Jaker PKTP, LBH Apik, dan Jala PRT hari ini menyerahkan secara simbolis tandatangan petisi tersebut kepada para pengambil kebijakan dalam hal ini Kabareskrim Polri, Polda Metro Jaya dan MK DPR.

“Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan tidak bisa diselesaikan dengan cara berdamai, karena bukan kasus delik aduan. Setiap tindak pidana harus dipertanggungjawabkan dihadapan hukum dan menjadi pelajaran, baik bagi anggota Dewan dan siapapun.”

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu