Jakarta, Aktual.com — Revolusi Mental harus dipandang sebagai program kolektif pemerintah dan partai-partai pengusungnya. Sebab, program itu merupakan hasil rumusan bersama antara Jokowi-JK dengan partai-partai pendukung yang dituangkan di dalam visi, misi, dan program Calon Presiden dan Wakil Presiden.

Oleh sebab itu, menjadi tanggung jawab bersama bagi pemerintah dan partai-partai pendukungnya untuk menyukseskan program revolusi mental tersebut. Pendeknya, dalam implementasi program revolusi mental, pemerintah dan partai-partai pendukungnya perlu mengedepankan prinsip: berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Demikian disampaikan pengamat politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin kepada Aktual.com, Jumat (6/11).

Menurutnya, apabila program Revolusi Mental maka yang hal itu menjadi prestasi pemerintah berikut partai-partai pemerintah. Sebaliknya, jika program itu gagal, maka partai-partai pendukung pemerintah harus turut bertanggungjawab atas kegagalan pemerintah dalam melaksanakan program revolusi mental tersebut.

“Oleh sebab itu, agar program revolusi mental bisa berhasil, harus terbangun sinergi yang kuat antara pemerintah dengan partai-partai pendukungnya. Wujud dari sinergi itu adalah tumbuhnya kesadaran untuk saling mengoreksi diantara mereka,” kata Said.

“Kalau dalam penyelenggaraan pemerintahan ditemukan ada hal yang bertentangan dengan konsep revolusi mental, maka menjadi kewajiban bagi partai-partai pendukung untuk mengingatkan pemerintah,” lanjut dia.

Hal yang sama dilakukan jika dalam praktiknya pengurus dan kader partai pemerintah ternyata tidak mempraktikkan semangat revolusi mental. Presiden Jokowi perlu menegur untuk meluruskan niat awal. Sebab disitulah esensi kolektifitas dan sinergitas antara pemerintah dan partai-partai pendukungnya dalam merealisasikan program revolusi mental.

Persoalannya, lanjut dia, revolusi mental belum mengkristal menjadi suatu program yang nyata. Dalam catatan Said, dalam setahun pemerintahan Jokowi, revolusi mental masih sebatas sebagai jargon belaka.

Artikel ini ditulis oleh: