Karenanya Bambang merasa kasihan terhadap Presiden Jokowi yang kinerjanya tidak mendapat dukungan secara baik dari stakeholder yang ada. Dengan hebohnya di permukaan publik bahwa Presiden Jokowi meresmikan pembangkit PLTG, namun di balik semua itu menjadi nihil karena PLTG yang diresmikan mengalami mogok dan beralih ke energi primer BBM jenis solar.
“Emang nggak malu apa, Pak Presiden sudah resmikan PLTG tapi setelah itu tidak beroperasi dan beralih ke solar,” pungkas dia.
Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar tak bisa menafikan akan kenyataan ini. Diantaranya dia mengakui PLTG di Benoa tidak mendapatkan harga gas yang sesuai sebagaimana ketentuan Permen. Dia berjanji akan mencari jalan keluar dari berbagai kasus yang ada.
“Apakah yang di Benoa masuk keekonomian dengan Permen itu? Itu ternyata tidak masuk. Karena tidak masuk, kita cari jalan keluarnya. Bisa nggak kita efisienkan midstram; kapal, regas sama sedikit part plant yang ada di Benoa sana. Nah ini dalam rangka mencari jalan keluar itu. Benchmark harga kita sampai kesimpulan maksimum 14,5 peren dari ICP, tetapi boleh di bawah itu. Boleh nggak di atas itu? Itu yang sedang kita koreksi,” kata Arcandra.
Direktur Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara merasa ada yang janggal dari mogoknya sejumlah pembangkit PLTG yang diresmikan Presiden Jokowi. Lazimnya ujar Marwan, ketika melakukan pembangunan pembangkit, harusnya BUPTL telah berkontrak dengan Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Gas Bumi untuk menyerap gas sebagai energi primer dalam jangka waktu tertentu. Artinya jika pembangkit yang baru diresmikan mengalami kendala terhadap suplai energi primer, disinyalir pembangunan pembangkit tidak melalui perencanaan yang baik.
Karenanya tegas Marwan, persoalan ini harus dilakukan evaluasi secara komprehensif. Jika nanti ditemukan kerugian negara maupun BUMN dalam persoalan ini, Marwan berharap dilakukan penindakan secara hukum.
“Kalau membangun pembangkit, harusnya ada jaminan pasokan. Kalau di awal perencanaan untuk gas, itu harusnya sudah tahu pasokan gasnya dari mana. Agreement perjanjiannya jual beli gasnya ada nggak? kalau nggak ada, berarti ada masalah di perencanaan. Nah untuk itu harus ada yang bertanggung jawab, siapa yang punya proyek, kenapa gasnya tidak ada. Kalau ditemukan indikasi merugikan BUMN, maka harus ditindak secara pidana,” pungkas Marwan.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta