Jakarta, Aktual.com – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengkritik keras keputusan penambahan jumlah Pimpinan MPR-DPR, karena diduga sarat praktik transaksi politik menjelang Pemilu 2019.
“Karena hasil kompromi, dan kompromi itu dilaksanakan menjelang Pemilu 2019, maka keputusan bagi-bagi kursi saat ini juga sarat dengan praktek transaksi. Transaksinya bisa dengan berbagai kebijakan atau posisi politik partai-partai menjelang Pemilu 2019,” kata peneliti Formappi, Lucius Karus di Jakarta, Jumat (9/2).
Lucius Karus menilai Rancangan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (RUU MD3) dihasilkan semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan sehingga hampir pasti jauh dari kata kualitas.
Menurut dia, bagaimana bisa disebut berkualitas jika UU MD3 hanya bicara tentang tambahan kursi, tanpa memperhitungkan efektivitas dan efisiensi serta kepentingan penguatan lembaga yang menjadi harapan publik.
“Karena itu tidak mengherankan jika pengaturan yang muncul sesuai kesepakatan terakhir Baleg nampak konyol dan aneh. Mereka misalnya menyepakati tambahan kursi tanpa perubahan mekanisme pemilihan dari sistem paket ke proporsional sampai pada akhir periode DPR 2014-2019,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid