Presiden Joko Widodo berjalan menuju ruangan rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (25/6). Rapat tersebut membahas soal Program Pembangunan Pembangkit 35 ribu MW dan Transmisi. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/ed/pd/15.

Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi II DPR F-PDIP Arteria Dahlan memandang Presiden Jokowi lebih takut kepada opini publik dibandingkan dengan konstitusi.

Hal ini terkait keputusan Jokowi yang akhirnya tak mengeluarkan Perppu dan malah mengamini rekomendasi Bawaslu yang diputuskan KPU, bahwa masa pendaftaran calon kepala daerah diperpanjang.

‎”Ya itulah (Jokowi) lebih tunduk pada opini publik daripada konstitusi. Daerah mau jumlahnya satu atau 560 constututional importancenya sama. Jadi, (calon tunggal) masuk dalam kriteria genting dan memaksa,” kata Arteria, Kamis (6/8).

Dijelaskan, tak dikeluarkannya Perppu oleh pemerintah cenderung bersifat populis dalam setiap polemik yang menyangkut kebangsaan, sehingga Perppu dipersepsikan hanya sebagai instrumen pemuas kelompok.

“Jangan dilihat dari jumlahnya yang tujuh, walaupn ada potensi penambahan mengingat verifikasi masih berlanjut dan saya yakin di tanggal 24 Agustus nanti pasti ada penambahan daerah yang calon tunggal,” ucap dia.

Pilkada serentak 9 Desember merupakan amanat UU sebagai jabaran dari norma konstitusi, untuk itu Jokowi dapat dianggap melanggar sumpah jabatan yang mengharuskan melaksanakan UU sebagaimana mestinya.

Artikel ini ditulis oleh: