Ariesman Widjaja selaku Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land diganjar hukuman pidana selama 3 Tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. (ilustrasi/aktual.com)
Ariesman Widjaja selaku Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land diganjar hukuman pidana selama 3 Tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – PT Agung Podomoro Land (APL) harus menyetor dana lebih dari Rp1 triliun kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Uang tersebut merupakan bagian dari tambahan kontribusi dua anak perusahaan PT APL, PT Muara Wisesa Samudra dan PT Jaladri Kartika Ekapakci.

Begitu disampaikan mantan Presiden Direktur PT APL, Ariesman Widjaja saat bersaksi untuk terdakwa Mohamad Sanusi, Ketua Komisi D DPRD DKI, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (26/9).

“Tambahan kontribusi APL Rp1,6 triliun. Itu di luar kewajiban dan kontribusi 5 persen,” jelas Ariesman di depan Majelis Hakim.

Menariknya, Ariesman mengaku tidak mengetahui secara detil mengenai tambahan kontribusi yang dibebankan Pemprov DKI. Dia tidak tahu apakah aturan tersebut telah disepakati dan dituangkan ke dalam berbagai izin yang telah dikantongi PT Muara dan PT Jaladri.

“Saya gak ingat pastinya, karen izin ini, izin lama, saya gak hafal pastinya. Namun, saya pernah dengar dari pendahulu-pendahulu, bahwa ada semacam setoran ke Pemda DKI,” terangnya.

Soal tambahan kontribusi pengembang reklamasi pantai utara Jakarta memang menjadi polemik dan sorotan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertanyaan dasar lembaga antirasuah ialah dasar hukum yang digunakan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sampai berani mendesak pengembang untuk membayar tambahan kontribusi.

Kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, pihak Pemprov DKI seharusnya tidak bisa seenaknya meminta para pengembang membayar tambahan kontribusi tanpa aturan hukum yang jelas. Bukan malah menggunakan suatu perjanjian yang hanya melibatkan dua pihak, seperti perjanjian antara Pemprov DKI dengan PT Manggala Kriya Yudha (MKY).

“Kalau dirasakan pengembang menikmati untung terlalu besar, dan kompensasi perlu ditambah, dibuat dulu Peraturan Daerah-nya. Lah ini, Perda-nya belum ada, tambahan kompensasi sudah diminta. Diwujudkan dalam bentuk jalan, rumah susun,dan lain-lain,” sindir Agus saat diminta menanggapi oleh aktual.com beberapa waktu lalu.

Selain itu, sambung Agus, pihaknya juga bertanya-tanya mengapa tambahan kontribusi yang sudah dibayarkan tidak dikategorikan sebagai pemasukan daerah. Dengan nominal yang fantastis, menurut Agus menjadi lubang korupsi.

“Pelaksanaannya off budget lagi, tidak tercatat sebagai pemasukan di APBD. Ini memang agak kurang tepat,” jelasnya.

Kecurigaan-kecurigaan inilah yang menggerakan KPK untuk mengkaji tambahan kontribusi yang telah dibayarkan kepada Pemprov DKI.

“Ini sedang kita dalami,” singkat Agus.

Seperti diketahui, ada beberapa pengembang yang telah membayar tambahan kontribusi kepada Pemprov DKI. Namun, pembayaran ini bukan berupa uang, melainkan infrastruktur.

Seperti halnya PT APL dan PT Agung Sedayu Grup. Tambahan kontribusi yang mereka bayarkan yakni pembangunan Rusun di Daan Mogot. Selain itu, ada pengembang yang membayar tambahan kontribusi dengan menormalisasi waduk Pluit.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby