Pelatihan pengembangan tenun Tanimbar ditujukan untuk melestarikan kearifan lokal tersebut agar punya daya pakai dan daya jual lebih tinggi, sehingga dapat mengikuti dinamika era yang semakin modern dan dikenal secara luas.

Sejak tahun 2015, Wignyo Rahadi melakukan pendampingan terhadap para perempuan pengrajin tenun di Tanimbar. Hasilnya, tenun Tanimbar yang semula tampak kaku, terasa berat, dan warna yang rentan luntur menjadi lebih ringan, lembut, dan tidak luntur sehingga lebih nyaman dikenakan, tanpa meninggalkan motif tradisi yang menjadi identitasnya.

Tenun Tanimbar yang awalnya hanya dibuat dan dipasarkan dalam bentuk kain sarung, kini menjadi kain tenun yang siap digunakan sebagai ragam produk fashion. Program pengembangan tenun Tanimbar antara lain dengan pelatihan pewarnaan, penggunaan benang dengan kualitas lebih baik, penerapan teknik tenun dengan alat tenun ATBM untuk melengkapi alat tenun gedogan, dan eksplorasi desain motif.

Tenun Tanimbar yang awalnya hanya terpaku pada warna gelap seperti coklat, hitam, merah, dan biru tua, kini dikembangkan dengan pilihan warna terang. Program pengembangan tenun yang dilakukan INPEX bersama Wignyo Rahadi telah menjadi inspirasi bagi pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Dinas Koperasi dan UKM MTB pun mengirim enam pengrajin untuk belajar tenun ATBM selama dua bulan di bengkel Tenun Gaya di Sukabumi, Jawa Barat.

Menurut Wignyo, pembinaan berkelanjutan terbukti meningkatkan kreativitas dan kompetensi penenun di Tanimbar. Hasil pengembangan tenun Tanimbar pun telah dilirik oleh kalangan desainer untuk diaplikasikan dalam bentuk “ready to wear”. Bahkan, motif tenun Tanimbar pun telah terpilih sebagai salah satu busana seragam yang digunakan oleh Presiden Jokowi dan para menterinya. [Ant]

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu