Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua MPR RI Mahyudin sepakat dengan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah bahwa Presiden Joko Widodo bisa melanggar Undang-Undang karena mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) untuk memotong anggaran dalam APBN.

Pasalnya, anggaran yang diputuskan dengan UU haruslah dirubah melalui UU pula.

“Ya potensinya memang ada (langgar hukum). Jadi kalau ada pemotongan anggaran ya idealnya pemerintah mengajukan APBN-P, tidak bisa gunakan Inpres. Nah, setahu saya pemerintah harus ajukan APBNP kedua. Apalagi itu angkanya signifikan,” ujar Mahyudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/9).

Setidaknya, ada pemotongan terhadap 87 kementerian dan lembaga yang tercantum dalam Inpres tersebut per tanggal 26 Agustus 2016. Sedangkan, tiga lembaga di parlemen yakni Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah tidak diminta untuk menghemat anggarannya.

Terkait hal itu, Mahyudin mengakui MPR memang melobi pemerintah agar anggarannya tidak ‘disunat’. Menurutnya, anggaran MPR lebih kepada sosialisasi karena kita tidak ada belanja barang.

“Kecuali hanya buku-buku dan itu enggak bisa dikurangi. Kita slotnya juga kecil dibawah Rp1 triliun. Jadi kita sudah ketemu menkeu, Ibu sri Mulyani setuju untuk anggaran sosialisasi tidak dipotong,” ungkap Wakil Dewan Pakar Partai Golkar itu.

Meski demikian, MPR setuju dengan pemotongan anggaran yang dilakukan pemerintah, sebab sesuai fakta, uang negara memang tidak ada. “Tapi mungkin mekanismenya yang harus sesuai aturan,” pungkasnya.

 

*Nailin

Artikel ini ditulis oleh: