Ahmad Khoirul Fata dan MD Aminudin tergerak untuk meluncurkan sebuah buku bertajuk “Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta” sekaligus merayakan 73 tahun Pancasila.
Ahmad Khoirul Fata dan MD Aminudin tergerak untuk meluncurkan sebuah buku bertajuk “Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta” sekaligus merayakan 73 tahun Pancasila.

Jakarta, Aktual.com – Terminal petikemas JICT dan TPK Koja, Jakarta Utara menjadi sebuah konspirasi global, bertabrakan dengan semangat berdikari sekaligus perwujudan Nawacita dalam pengelolaan gerbang ekonomi Indonesia. Melihat hal tersebut, Ahmad Khoirul Fata dan MD Aminudin tergerak untuk meluncurkan sebuah buku bertajuk “Melawan Konspirasi Global di Teluk Jakarta” sekaligus merayakan 73 tahun Pancasila.

“Fata mengatakan, selama hampir 20 tahun kiprah pelabuhan JICT dan TPK Koja, sudah banyak kemajuan dan terobosan yang dilakukan para pekerja, demi mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Ahmad Khoirul Fata di Jakarta, Kamis (31/5).

Namun pengelolaan kedua pelabuhan ini akan dilanjutkan kembali dengan Hutchison Port milik taipan Hong Kong Li Ka Shing. Celakanya, perpanjangan kontrak JICT dan Koja dimulai 5 tahun sebelum kontrak awal habis dan melanggar Undang-Undang serta merugikan negara hampir Rp 6 triliun.

“Masyarakat perlu tahu busuknya kasus JICT ini. Harapannya, (dengan buku ini) Pemerintah dan masyarakat mendukung semangat berdikari dan Nawacita serta Pancasila dalam pengelolaan pelabuhan yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” terang Fata.

Md Aminudin sang penulis, juga menambahkan, buku ini telah melalui berbagai riset primer dan sekunder sehingga buku itu secara lengkap mengulas bagaimana buruknya modus konspirasi global asing untuk menguasai BUMN pelabuhan.

Dia juga bercerita telah melakukan riset, pengumpulan data dan wawancara dengan para tokoh nasional dan anak-anak bangsa, khususnya para pekerja JICT, yang ingin perusahaan bongkar muat petikelas tersebut bisa kembali dikelola Indonesia 100%. Namun ikhtiar mereka diberangus dan dibungkam oleh oknum-oknum tertentu.

“Itu menjadi bahan yang kami tuliskan dalam buku untuk mencerminkan kondisi betapa asing sangat berhasrat menguasai aset vital bangsa,” tambah dia.

Sementara itu Mensesneg Era Presiden Gus Dur, Bondan Gunawan menekankan secara historis bahwa semangat berdikari harus terus digelorakan. Pasalnya hal ini bukanlah sekedar perjuangan segelintir buruh tapi ini soal kecintaan terhadap tanah air. Perjuangan ini yang masih belum selesai.

“Kita kok yah senang terhina karena tidak dipercaya sebagai bangsa sendiri utk mengelola aset strategis nasional JICT dan Koja,” ucap Bondan.,

Di sisi lain, Ekonom INDEF Bima Yudhistira melihat ada konspirasi global. Pada tiga tahun lalu, satu hal yang paling membekas adalah pemerintah memaksa BUMN menerbitkan obligasi global atau global Bond.

“Hingga sekerang kalau BUMN kesulitan uang, akhirnya salah satu caranya dengan menerbitkan obligasi global Bond. Ini pemaksaan BUMN demi pembiayaan infrastruktur,” jelasnya.

Pemerintah pada awalnya bercita-cita membangun infrastruktur. Pembangunan tersebut membutuhkan angggaran Rp4.000 triliun, sedangkan kemampuan APBN hanya 10 persen, sisanya dibagi ke swasta dan BUMN. Akhirnya ini menjadi akar permasalahan BUMN saat ini.

“Kenapa dipaksakan? Awalnya karena cita-cita pembangunan infrastruktur. Namun ternyata diluar prediksi. Infrastruktur tersebut tidak mengurangi ongkos logistik. Model ini yang bikin rusak,” kata Bima.

Bima khawatir bukan hanya aset strategis JICT tapi akan terjadi bom waktu yang akan meledak.

“Pada satu titik BUMN akan menyerah. Contohnya Pelindo II yang mulai kepayahan membayar hutang global bond. Pada akhirnya harga yang dibayar Indonesia akan sangat mahal. Bahkan nasionalisasi BUMN seperti JICT dari Hutchison hanya angan-angan,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka