Pegiat lingkungan yang tergabung dalam solidaritas Surabaya untuk Salim Kancil melakukan aksi solidaritas terhadap pembunuhan petani penolak tambang pasir Lumajang bernama Salim Kancil di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (1/10). Mereka mendesak pemerintah untuk menghentikan pertambangan pasir di Lumajang dan menuntut kepolisian mengusut tuntas kasus pembunuhan terhadap Salim Kancil seorang aktivis lingkungan. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/pd/15

Surabaya, Aktual.com – Kamis siang (10/3), sidang keempat kasus Salim Kancil dan Tosan akan digelar di Pengadilan Negeri Surabaya.

Salah satu Tim advokasi, Rere Christanto, mengatakan bahwa pengadilan hingga kini belum mampu membongkar permasalahan utama kasus ini, yaitu: kasus penyerangan terhadap Salim Kancil dan Tosan adalah puncak gunung es dari pemburukkan krisis lingkungan yang terjadi dalam satu dekade terakhir di kawasan pesisir selatan Lumajang.

Oleh sebab itu, Tim Advokasi Kasus Lumajang, yang terdiri dari WALHI Jawa Timur, LBH Surabaya, LBH Disabilitas, dan sebagainya, berharap agar Pengadilan Negeri Surabaya untuk secepatnya menunjuk hakim yang telah bersertifikasi lingkungan untuk memimpin jalannya persidangan kasus ini.

“Kami juga meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya untuk bertindak imparsial, dan menghukum dengan hukuman maksimal kepada seluruh pelaku kejahatan mafia tambang pasir di Lumajang,” ujar Rere sebelum sidang digelar.

Rere juga berharap kepada Penuntut Umum untuk mengajukan dakwaan dengan hukuman seberat-beratnya kepada para pelaku kejahatan mafia tambang pasir dalam Kasus Lumajang.

“Tidak hanya itu, kami juga meminta kepada Komnas HAM, dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk ikut memantau jalannya persidangan, mengingat potensi pelanggaran HAM dan praktik korupsi sangat kuat dalam kasus ini,” lanjutnya.

Rere menjelaskan, para yang menganiaya Tosan dan membunuh Salim Kancil tersebut tidak beroperasi sendiri untuk tujuan-tujuan sentimental yang bersifat pribadi.

Kedua korban dianiaya karena keduanya melakukan penentangan atau protes terbuka terhadap operasi penambangan di wilayah kehidupannya.

Meskipun operasi penambangan yang dilakukan oleh Kepala Desa Selok Awar-Awar bersifat illegal, namun kegiatan tersebut dilaksanakan secara terbuka dan masif, dan oleh karenanya pelaku penambangannya sangat boleh jadi berada dalam pelayanan perlindungan oleh aparat kepolisian dan pemerintah setempat.

Menilik hal tersebut, lanjut Rere, adalah sebuah keharusan untuk Pengadilan Negeri Surabaya untuk memiliki perspektif lingkungan dalam menangani kasus Salim Kancil ini.

” Hal ini merupakan bagian dari upaya perlindungan lingkungan hidup dan pemenuhan rasa keadilan masyarakat yang menghadapi kasus-kasus terkait lingkungan hidup,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Ahmad H. Budiawan