Jakarta, Aktual.com — Dalam ajaran agama Islam, terdapat berbagai macam amalan sunah Nabi Muhammad SAW, mulai dari kegiatan sehari-hari, salat, puasa, membaca Alquran dan sebagainya. Salat-salat sunnah sendiri terbagi menjadi belasan macam yang bisa kita lakukan, demikian pula puasa sunah. Terdapat belasan bahkan mungkin puluhan jenis puasa sunah. Di antaranya puasa Nabi Daud, puasa tengah bulan, puasa syawal, puasa Muharram, puasa Senin Kamis dan sebagainya.

Mengenai alasan ke-sunahan puasa Senin Kamis, ada beberapa Hadis, yang bisa dijadikan dalil. ‘Aisyah RA, Beliau mengatakan,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيس

Artinya, “Rasulullah SAW biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari Senin dan Kamis.” (HR. An Nasai no. 2362).

Bersandarkan dengan Hadis tersebut, tentu saja kita sebagai umat Beliau dianjurkan untuk mengikuti langkah dan pilihan yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

Sebelum kita membahas lafazh niat puasa Senin Kamis, mari kita belajar sebentar tentang kapankah kita harus berniat puasa sunah?

“Ada dua pendapat yang berbeda mengenai kapankah kita harus berniat puasa sunah ?. Sebagian Ulama tidak menyatakan bahwa niat puasa sunah tidak harus dilakukan sebelum Subuh sebagaimana puasa wajib Ramadhan dan sebagian lainnya berpendapat bahwa berniat puasa sunah harus sama seperti puasa wajib, yaitu harus diniatkan sebelum Subuh,” tutur Ustad Muhamad Ikrom kepada Aktual.com, Jumat (5/2), di Jakarta.

Pendapat pertama yang dipilih oleh mayoritas Ulama tiga madzhab. Yaitu, Hanafi, Syafi’i dan Hambali, dengan bersandarkan kepada Hadis berikut ini:

Dari Aisyah R.A, Beliau menceritakan, Rasulullah SAW pernah menemuiku pada suatu hari. Lalu Beliau bertanya, ‘Apakah kamu memiliki makanan?’ Aku menjawab, ‘Tidak.’

Lalu, Beliau mengatakan, “Jika demikian, saya puasa (sunah) saja.”

Sementara itu, Ulama Madzhab Maliki berpendapat puasa sunnah disyaratkan harus diniatkan sebelum Subuh. Seperti puasa Ramadhan. Mereka bersandarkan kepada Hadis Baginda Nabi MUhammad SAW yang berbunyi,

“Siapa yang tidak berniat puasa di malam hari (sebelum subuh) maka tidak ada puasa baginya.”

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, menurut Ustad Ikrom, kita sebagai masyarakat Indonesia yang bermadzhab Syafi’iyah tentu saja lebih baik mengikuti pendapat dari Madzhab yang diberikan oleh Imam Syafi’i tersebut.

Sebagai contoh kasus dalam penerapan pendapat Madzhab Syafi’i adalah, “seorang suami sama sekali tidak berniat puasa Senin atau Kamis pada malam harinya. Nah, ternyata ketika waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi, sarapan belum tersedia. Belakangan ia mengetahui bahwa isterinya sedang berpuasa Senin atau Kamis, maka ketika itu pula ia pun berniat puasa Senin atau Kamis di pagi hari itu.”

“Sebagaimana seluruh amal lainnya, puasa sunah Senin Kamis juga memerlukan niat agar puasa lebih bermakna dan dapat diterima oleh Allah SWT, karena niat yang ikhlas juga merupakan salah satu syarat diterimanya amal kita.”

“Dan puasa Senin dan Kamis adalah dua ibadah yang terpisah sehingga lafazh niatnya pun berbeda. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak ada keterikatan atau kewajiban salah satu puasa harus diikuti satu puasa lainnya, sehingga terkadang kita boleh hanya melaksanakan puasa Senin atau puasa Kamis saja dalam satu Minggu.”

Niat puasa Senin,

نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمَ اْلاِثْنَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى

Artinya, “Aku berniat puasa sunah hari Senin karena Allah Ta’ala.“

Sedangkan niat Puasa Kamis,
نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمَ الْخَمِيْسِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى

Artinya, “Aku berniat puasa sunah hari Kamis karena Allah Ta’ala.” (Bersambung….)

Artikel ini ditulis oleh: