“Ini pengkhianatan, karena justru mememberikan perpanjangan jangka waktu divestasi hingga 10 tahun ke depan. Kebijakan Jokowi adalah sebuah pengkhianatan yang besar. Divestasi yang seharusnya sudah selesai malah diverpanjang jangka waktunya,” sesal Daeng.
Sebagaimana diketahui bahwa PP No 1 Tahun 2017 Pasal 97 ayat (1) menentukan Pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman modal asing, setelah 5 tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya secara bertahap, sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51persen imiliki peserta Indonesia.
Ayat (2) kepemilikan peserta Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam setiap tahun setelah akhir tahun kelima sejak produksi tidak boleh kurang dari presentase sebagai berikut: a. tahun keenam 20persen (dua puluh persen); b. tahun ketujuh 30persen (tiga puluh persen); c. tahun kedelapan 37persen (tiga puluh tujuh persen); d. tahun kesembilan 44persen (empat puluh empat persen); dan e. tahun kesepuluh 51persen (lima puluh satu persen) dari jumlah seluruh saham.
“Dari data di atas telah terjadi perubahan peraturan yang sangat cepat, sarat dengan kepentingan segelintir elite, sehingga dalam prakteknya peraturan perundangan sulit diimplementasikan. Sementara Freeport sendiri melihat inkonsistensi kebijakan para penyelenggara negara. Akibatnya proses divestasi tidak terlaksana sesuai dengan batas waktu dan prosentase yang ditetapkan,” pungkas dia.
(Reporter: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka