Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum Bagir Manan menilai Presiden tidak menandatangani revisi UU KPK atau UU Nomor 19 Tahun 2019 sebagai sebuah anomali karena undang-undang itu merupakan hasil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.

“Walaupun UUD 1945 memungkinkan suatu rancangan undang-undang menjadi undang-undang tanpa pengesahan Presiden, tapi apakah persetujuan semacam itu tidak merupakan anomali praktik ketatanegaraan?” kata Bagir Manan saat hadir secara daring sebagai ahli dalam sidang pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 di Gedung MK, Rabu (24/6).

Ketua Mahkamah Agung 2001-2008 itu berpendapat mustahil rancangan revisi UU KPK tanpa melalui persetujuan bersama antara DPR dengan Presiden sebelum sampai di meja Presiden untuk diteken.

Menurut dia, anomali itu menunjukkan secara prosedural maupun substansi, pembentukan undang-undang itu tidak sesuai dengan asas atau prinsip yang baik.

Saat Presiden tidak menandatangani rancangan undang-undang, diperkirakan terdapat sesuatu yang tidak disetujui oleh Presiden.

Untuk itu, apabila tidak ingin meneken, keputusan Presiden membiarkan rancangan undang-undang tanpa pengesahan, semestinya disertai dengan alasan yang dapat diketahui publik.

“Ini kan bagian yang sudah disepakati bersama. Oh, itu disepakati oleh menteri, tapi tidak disepakati oleh presiden, bukan itu jawabannya begitu, ya. Karena menteri itu kan mewakili presiden,” ucap dia.

Adapun sebanyak 7 perkara pengujian revisi UU KPK disidangkan bersamaan dalam kesempatan itu, salah satunya yang diajukan mantan pimpinan KPK Agus Rahardjo dkk.

Sidang itu ditunda dan akan dilanjutkan pada Selasa,14 Juli 2020 dengan agenda mendengar keterangan 2 saksi dari Agus Rahardjo dkk serta 1 ahli dari perkara nomor 70/PUU-XVII/2019.

 

Antara