Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia mengungkapkan bahwa masih lambatnya pertumbuhan tahunan utang luar negeri swasta diduga karena pemulihan permintaan eskpor belum signifikan sehingga dunia usaha tidak memerlukan alternatif pendanaan untuk memperluas produksi.

“Kami lihat ekspor kita masih negatif, baik manufaktur maupun sumber daya alam, jadi buat apa utang banyak-banyak kalau produksi saja masih turun,” kata Kepala Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati di Jakarta, Selasa (23/8).

Menurut statistik utang luar negeri Triwulan II, utang swasta turun 3,1 persen (year on year/YOY), menjadi sebesar 165,1 miliar dolar AS atau 51 persen dari total ULN Indonesia. Penurunan penarikan utang itu juga berlanjut setelah pada Triwulan I 2016, utang swasta melambat 1,0 persen (YOY).

Hendy mengatakan bahwa perlambatan utang swasta hingga tengah tahun memang sudah diprediksi BI. Terlebih pada kuartal I dan II, kinerja ekspor manufaktur masih stagnan dan belum menarik korporasi untuk meningkatkan produksi.

Oleh sebab itu, kata dia, korporasi lebih memilih untuk membayar utang yang sudah ditarik pada tahun lalu ketimbang mengajukan penarikan utang baru.

“Mereka lebih memilih ‘repayment’ (pembayaran kembali), jadi penariknnya masih ditunda,” ujarnya.

Namun, menurut Hendy, indikasi membaiknya kinerja industri dapat meningkatkan daya ekspansi dunia usaha pada triwulan III dan IV.

Ia memperkirkan posisi ULN swasta di akhir tahun akan meningkat.

“Ke depan perkiraannya masih lebih baik. Kalau lihat survei-survei dunia usaha pada Kuartal III, industri manufaktur masih akan melakukan ekspansi. Jadi, ini bukan yang sifatnya permanen,” ujarnya.

Pada Kuartal II 2016 (April, Mei, Juni), ULN dari sektor manufaktur turun tipis pada bulan Mei 2016. Namun, pada bulan Juni 2016 naik kembali menjadi 34,3 miliar dolar AS.

Hendy memperkirakan meskipun ULN swasta bisa meningkat pada triwulan III dan IV, besarannya tidak akan melebihi batas aman kemampuan bayar. Secara umum, jika digabung dengan utang pemerintah, utang luar negeri (ULN) Indonesia di akhir Triwulan II 2016 tercatat sebesar 323,8 miliar dolar AS atau tumbuh 6,2 persen (YOY).

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka