Peristiwa ini seharusnya menjadi momentum yang tepat untuk mengevaluasi Facebook sebagai media sosial terbesar di dunia. Facebook sendiri diketahui juga pemilik dari Instagram dan Whatsapp, aplikasi instant messaging terbesar di dunia saat ini.

“Facebook ini memang sudah diketahui lama memanfaatkan data para penggunannya untuk kepentingan bisnis. Namun peristiwa skandal Facebook dan Cambridge Analytica ini bertambah ramai karena menyeret nama presiden AS Donald Trump,” jelas chairman CISSReC, Pratama Persadha di Jakarta.

Pratama menjelaskan bahwa peristiwa Facebook ini memperjelas bagaimana pentingnya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi harus segera diselesaikan.

“RUU Perlindungan Data Pribadi harus dikebut. Kita sulit untuk meminta pertanggungjawaban Facebook, karena instrumennya tidak ada. Berbeda dengan negara-negara Eropa yang langsung mengirimkan undangan kepada Zuckerberg,” jelasnya.

RUU Perlindungan Data Pribadi sendiri tidak masuk dalam Prolegnas 2018. Meski DPR dan Kemenkominfo mendorong, Kemenkumham lebih memilih RUU lainnya untuk dijadikan prioritas selesai pada 2018 ini.

“Pemerintah ini juga sedang mengumpulkan data masyarakat, salah satunya lewat e-KTP dan registrasi kartu prabayar. Ada juga rencana membagi data tersebut untuk keperluan tertentu, seperti administrasi dan bisnis. Tentu secara bersamaan masyarakat perlu dilindungi dengan UU Perlindungan Data Pribadi, sehingga apa yang boleh dan tidak menjadi jelas,” terangnya.

1 Juta Data Pengguna Indonesia Dicuri, DPR Usul Pemerintah Blokir Facebook