Jakarta, Aktual.com – Cadangan devisa Indonesia diperkirakan menyusut hingga 2-3 miliar dolar AS pada akhir Juni. Prediksi ini dilontarkan oleh ekonom Bank Permata, Josua Pardede.
Dilansir dari Kontan, Josua mengatakan, kondisi ini disebabkan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi sepanjang Juni 2018, dibanding bulan-bulan sebelumnya.
Terlebih, pada pertengahan bulan lalu The Fed mengumumkan stance kebijakannya yang lebih agresif yang dilanjutkan dengan perubahan kebijakan Bank Sentral Eropa dan China, hingga sentimen perang dagang Amerika Serikat (AS)-China.
“Sehingga, posisi cadev akhir Juni kemungkinan menjadi US$ 120 miliar-US$ 121 miliar,” kata Josua pada Kamis (5/7).
Menurut Josua, depresiasi kurs rupiah yang terjadi di bulan Juni 2018, lebih dalam dibanding Mei 2018. Ini tercermin dari keluarnya modal asing (capital outflow) sekitar US$ 4,16 miliar, lebih besar dibanding capital outflow bulan sebelumnya yang sebesar US$ 3,6 miliar.
Sejalan dengan besarnya capital outflow tersebut, menurut Josua, intervensi BI intensif, terutama di pasar surat berharga negara (SBN). Catatan dia, kepemilikan BI di SBN pada akhir Januari 2018 mencapai Rp 58 triliun. Sementara pada akhir Juni 2018, jumlahnya naik signifikan menjadi Rp 210 triliun atau mencapai 9,56% dari total kepemilikan SBN.
Sebelumnya, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah juga menyebut, total pembelian BI terhadap SBN baik di pasar primer maupun sekunder secara year to date hingga awal bulan ini mencapai Rp 59 triliun. Khusus pasar sekunder, pembelian SBN oleh BI mencapai Rp 19 triliun.
“Dan di pasar valas, BI tetap ada untuk memantau permintaan dollar yang di luar kebiasaan,” tambahnya.
Sentimen perang dagang AS-China yang akan dimulai besok, Jumat (6/7), juga masih akan menjadi sentimen utama bagi pergerakan rupiah. Hal ini juga yang akan mempengaruhi posisi cadev ke depan.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan