Tangkapan layar Suasana rapat kerja Komisi VIII DPR RI bersama Menag Yaqut Cholil Qoumas di Kompleks Parlemen, Jakarta, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube TVR Parlemen, Senin (18/3/2024).

Jakarta, aktual.com – Komisi VIII DPR RI meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengambil langkah yang diperlukan guna merespons maraknya umrah mandiri atau backpacker.

“Komisi VIII meminta Menag mengambil langkah-langkah yang diperlukan di tengah maraknya umrah backpacker,” kata Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi dalam rapat kerja bersama Menag Yaqut di Kompleks Parlemen di Jakarta, Senin.

Ia menyampaikan bahwa Komisi VIII menilai hal tersebut perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan terhadap jamaah umrah dari Tanah Air.

Yaqut menyambut baik permintaan tersebut. Menurut dia, hal tersebut termasuk masukan yang berarti bagi Kementerian Agama.

Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, ia telah menyampaikan bahwa Kementerian Agama menilai fenomena meningkatnya pelaksanaan umrah backpacker saat ini, menyusul terbitnya kebijakan baru dari Pemerintah Arab Saudi yang mengizinkan pelaksanaan umrah menggunakan visa turis, harus ditanggapi dengan penyediaan regulasi.

Regulasi yang mengatur kegiatan tersebut diperlukan agar setiap warga negara Indonesia yang menjalani umrah secara mandiri itu terjamin kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan.

“Kementerian Agama berharap regulasi yang akan disusun nanti dibuat tepat dan baik. Tujuannya, agar setiap warga negara Indonesia yang menjalani umrah secara mandiri itu terjamin kesehatan, keselamatan, dan kenyamanannya,” kata dia.

Dalam menyusun regulasi soal umrah backpacker itu, ujar Yaqut, Kementerian Agama akan berkoordinasi dengan seluruh penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah, penyelenggara ibadah haji khusus, serta kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah.

Akan tetapi, rencana penyediaan regulasi itu dikritik oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily. Menurut dia, Pasal 86 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menyatakan bahwa perjalanan umrah harus melalui penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU).

Ia menilai persetujuan terhadap umrah backpacker berpotensi menjadi bom waktu yang memungkinkan jamaah umrah itu tidak kembali ke Tanah Air untuk menunggu pelaksanaan ibadah haji.

“Saya enggak bisa membayangkan nanti hak-hak haji reguler yang sudah bayar dan segala macam bisa diambil. Karena itu, menurut saya, perlu ada antisipasi. Salah satunya, tentu kita mesti konsisten dengan UU Haji dan Umrah di mana yang namanya umrah wajib dengan PPIU,” kata dia.

Dengan demikian, dibandingkan regulasi, Komisi VIII meminta Menag mengambil langkah yang memang diperlukan untuk merespons maraknya umrah backpacker.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Jalil

Tinggalkan Balasan