Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago (Ipang) memprediksi jika situasi politik hingga pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden 2019 akan sangat panas. Lantaran, setidap kandidat dan tim nya saling menunggu untuk menyerang elektabilitas lawan yang ‘tergelincir’ dalam satu momen isu tertentu.

“Politik down grade akan bermain di tahun politik ini, politik saling menjatuhkan. Bahkan menunggu lawan tanding melakulan blunder politik. Sudah bisa dipastikan tensi politik pasti memanas dan tak bisa dihindarkan,” kata Pangi kepada aktual.com, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (14/10).

Pasca pernyataan kebohongan yang dilakukan Ratna Sarumpaet, sambung dia, tentu memberikan warning kepada tim kedua kubu untuk berhati-hati dalam mengemas suatu isu. Ia pun menyerankan, alangkah baiknya untuk menekan tensi politik Pilpres ini, para kandidat calon lebih mengedapankan adu gagasan atau visi misi.

“Karennya, para elite atau calon yang bertarung tanpa lelah dan bosan selalu meminta dan mengingatkan tim sukses maupun relawan agar selalu menahan diri, tidak mudah terprovokasi, tidak menyebarkan berita dusta (hoax) dan tidak menyerang karakter secara personal. Namun basis pertarungan adalah adu gagasan, adu narasi, adu pikiran dan visi misi,” paparnya.

Sementara itu, dalam kesempata berbeda Direktur Eksekutif Renaissance Political Reseacrh and Studies (RePORT) Khikmawanto berpendapat bahwa drama politisi saling kunci dalam irama perang isu ke depan akan semakin panas, bahkan kemungkinan besar lebih panas.

Ia berpendapat, dalam kasus Ratna Sarumpaet (RS) dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang keduanya menjadi salah satu dari sekian banyak isu untuk menjatuhkan lawan politik, sangatlah berbeda.

“Kebohongan RS lebih bersifat personal yang berharap perhatian publik dengan memanfaatkan media sosial agar mendapat simpati publik dan dimanfaatkan oleh kubu penantang sebagai aksi pembungkaman terhadap aktivis perempuan. Tapi ternyata tidak ada penganiayaan. Sedangkan kasus kenaikan BBM saya melihatnya menarik karena menimbulkan kesan bahwa ketiadaan koordinasi antara presiden dan bawahanya menyebabkan kesan pembatalan kenaikan BBM demi hanya untuk menjaga popularitas dan elektabilitas menjelang Pemilu,” kata Khikmawanto saat dihubungi aktual.com, Senin (15/10).

“Saya mengkawatirkan ini akan jadi bom waktu demi mengejar popularitas semata dengan mengorbankan kepentingan ekonomi Negara,” tambahnya.

Kendati suasana politik akan kian memanas, Ia berhadap jika kandiat dan tim suksesnya justru tidak terpancing untuk saling balas dan memojokan satu sama lain dengan menjadikan isu sensitif sebagai bahan baku utamanya. Pasalnya, baik kubu petahana maupun penantang, sama-sama memiliki kans besar terpeleset dalam kubangan untuk menjadi santapan pihak lawan politik.

“Kedepan saya masih berkeyakinan isu- isu sensitif bahkan lebih sensitif akan menjadi kunci dari tim kampanye masing-masing. Bahkan bukan cuma itu, menurut saya seharusnya tim kampanye harus segerah memikirkan kampanye kreatif dan mencerdasakan sebagai bagian dari pendidikan politik rakyat,” pungkasnya.

 

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Novrizal Sikumbang