Jakarta, Aktual.com – Pengadaan tanah RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai sangat telanjang pelanggaran hukumnya. Hal ini menjadi alasan atas berbagai kecaman terhadap hasil penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam menangani kasus yang bernilai Rp800 miliar itu, KPK bersandar pada Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, terkhusus pada Pasal 121.

Hal tersebut yang membuat pakar ilmu hukum pidana Choirul Huda keheranan dengan hasil lembaga antirasuah. Kalau mengacu pada aturan tersebut, KPK seharusnya melihat celah pelanggaran hukumnya.

Menurut dia, jika aturan itu yang dipakai, Pemprov DKI tidak perlu membentuk segala macam tim dan Surat Keputusan (SK), sebagaimana dalam sebuah perencanaan. Ini justru sebaliknya, Pemprov DKI membentuk berbagai tim yang sebetulnya menjadi syarat adanya sebuah perencanaan pengadaan tanah.

“Kalau menggunakan mekanisme pasal 121 (pembelian langsung) ngapain dibikin SK penunjukan lokasi, SK Panitia Pengadaan, Tim Penilai dan lain-lain. Langsung aja beli dengan negosiasi langsung nggak usah tetek bengek sesuai Undang-Undang (UU),” papar Choirul, saat diminta menanggapi, Kamis (16/6).

“Justru persoalannya disitu. Realitasnya dengan pembelian langsung tetapi administrasinya dengan tahapan sesuai UU yang normal,” imbuhnya.

Pelanggaran hukum lainnya terpampang jelas dengan SK Tim Kajian yang dibuat tanggal mundur (back date). Choirul mengatakan, hal tersebut diketahui secara detil oleh penyelidik KPK.

“SK-SK tu dibuat backdate, kalau menurut keterangan penyelidik KPK dan auditor BPK. Dibikin setelah Akta Pelepasan hak dibuat,” tuturnya.

Adanya pembentukan Tim dan penerbitan SK menjadi sebuah bukti kalau pengadaan itu dilalui dengan proses perencanaan. Jadi, nilai Choirul, tidak tepat jika KPK melihat kalau pengadaan itu tidak dilakukan dengan proses perencanaan.

Hal tersebut, sambung dia, menjadi bukti adanya pelanggaran hukum dan niat jahat (mens rea) dalam pengadaan tanah seluas 3,6 hektare itu.

“Disitu perbuatan melawan hukumnya terjadi dan sekaligus menggambarkan mens rea-nya,” pungkas pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

 

Laporan: Zhacky

Artikel ini ditulis oleh: