Jakarta, Aktual.com — Kepala Ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandi mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 diperkirakan hanya 4,9 persen.

“Tahun ini kita lihat 4,9 persen, tahun depan baru 5,3 persen. Tapi itu faktor utama pelemahan harga komoditas pengaruh ke pertumbuhan ekonomi kita dan provinsi yang mengandalkan sumber daya alam,” katanya di Jakarta, Senin (30/6).

Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi ke depan dipengaruhi oleh lima faktor, yakni harga komoditas melemah, belanja pemerintah yang belum optimal, kebijakan Bank Indonesia yang ketat, daya beli masyarakat menurun dan pelemahan nilai tukar rupiah.

Pertama, harga komoditas yang menurun secara global, padahal Indonesia bergantung pada sektor komoditas.

“Faktor utamanya harga komoditas kan pengaruh ke ekspor dan provinsi yg andalkan sumber daya alam, itu satu,” ujarnya.

Kedua, belanja pemerintah yang lambat sehingga penyerapan anggaran tidak optimal. Ketiga, penurunan daya beli masyarakat walaupun inflasi terkendali.

“Inflasi kan hanya ukuran harga tapi kan tingkat harga juga harus dilihat. Ekonomi melambat kan harus dilihat yang kehilangan pekerjaan juga daya beli masyarakat melemah,” tuturnya.

Keempat, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang ketat berpengaruh kepada pertumbuhan kredit seperti suku bunga pinjaman yang tetap bertahan pada 7,5 persen.

“Tapi, saya setuju dengan ‘tight policy’ (kebijakan yang ketat) BI karena kita ada masalah ‘current account deficit’ (defisit transaksi berjalan),” katanya.

Kelima, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolat akan mempengaruhi investasi.

“Pelemahan rupiah itu pengaruh ke investasi karena biaya impor barang modal jadi lebih mahal. Makanya kami perkirakan pertumbuha ekonomi 4,9 persen tahun ini, tahun depan 5,3 persen,” ujarnya.

Ia mengatakan prediksi pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,3 persen karena diperkitakan harga komiditas akan membaik dan pembangunan oemerintah sudah berjalan dengan penyerapan anggaran yang lebih optimal.

Ia mengatakan penyertaan modal negara baru lima badan usaha milik negara sehingga belanja pemerintah belum optimal.

“Tahun ini lebih baik kita realistik. Tadinya ada ekspektasi pemerintah bisa kebut pembangunan. Tapi kuartal pertama ada masalah nomenklatur itu penyerapan anggaran tidak bagus di kuartal pertama. Kalau proyek tidak jalan dampak ke pertumbuhan ekonomi juga tidak optimal,” tuturnya.

Selain itu, pelemahan rupiah juga akan berpengaruh ke percepatan pembanguan karena biaya untuk impor barang modal semakin besar.

“Kami lihat realistik tahun ini dengan kuartsl pertama 4,7 persen, kami perkirakan ‘full year’ (sepanjang tahun) 4,9 persen,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka