Gubernur BI Agus Marto Wardojo (kiri) bersama Menkeu Bambang Brodjonegoro (kanan) menjawab pertanyaan wartawan mengenai fungsi dan pemanfaatan keuangan syariah pada Pertemuan Islamic Development Bank (IDB) di Jakarta Convention Center, Senin (16/5). Forum IDB tersebut membahas peran keuangan syariah dalam mencapai Sustainable Development Goal's (SDGs) perspektif global dan untuk fokus pada tantangan besar bagi sektor keuangan Islam untuk pencapaian SDGs di negara-negara tertentu. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/ama/16

Jakarta, Aktual.com — Pertumbuhan keuangan syariah baik di global maupun di Indonesia sendiri masih mengalami banyak kendala. Padahal, keuangan syariah dituntut untuk dapat mengurangi angka kemiskinan.

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo mengatakan, selama ini industri keuangan syariah di sistem perekonomian masih terbatas, hanya 1 persen dari seluruh pembiayaan global.

“Padahal industri keuangan syariah harus dapat mewujudkan SDG (sustainability development goals), dengan tujuan mengentaskan kemiskinan. Jadi peran industri syariah ini menjadi penting,” tutur dia di 41st Annual Meeting Islamic Development Bank (IDB) Group 2016, di JCC, Jakarta, Senin (16/5).

Agus Marto menegaskan, untuk mencapai SDG itu, memang membutuhkan pembiayaan dan dukungan dari berbagai pihak. Pasalnya, saat ini ada satu miliar orang di dunia yang berada di garis kemiskinan.

Saat ini, kata dia, pertumbuhan industri syariah sudah lumayan berkembang, kendati masih terbatas. Pada, 2009 industri keuangan syariah dunia mencapat USD1 triliun, kemudian meningkat menjadj USD2 triliun di 2014.

“Data itu menunjukan keuangan syariah ikut memberikan sumbangan teehadap SDG, meskipun masih terbatas,” tegasnya.

Setidaknya, lanjut dia, ada tiga tantangan pengembangan industri keuangan syariah termasuk di Indonesia. Pertama, kurangnya inovasi produk. Kedua, kurangnya ahli keuangan syariah. Dan ketiga, komitmen kuat sesuai dengan standar internasional.

BI sendiri, kata dia, dalam rangka menguatkan industri keuangan syariah sudah mengembangkan cetak biru untuk keuangan syariah dan pengembangan ekonomi, termasuk merumuuskan lima pilar strategis.

Yaitu, pertama, pengembangan produk dan pasar dengan tujuan menciptakan produk keuangan syariah dan instrumen likuiditas untuk pendalaman pasar keuangan.

“Sejauh ini, kami sudah menerbitkan aturan hedging instrumen syariah dan instrumen lainnya dan juga syariah repo,” tegas Agus Marto.

Kedua, pengembangan SDM dan market enpowerment, dengan mendorong pendidikan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja di keuangan syariah.

Ketiga, memperkuat pengawasan framework. BI mempunyai inisiatif zakat institute, dan memanfaatkan zakat fund untuk pembiayaan pembangunan.

Keempat, dukungan pembiayaan infrastruktur untuk sektor riil dan UMKM dan ada model untuk mendukung kewirausahaan dan model bisnis lainnya.

“Dan kelima, mempromosikan struktur industri yang lebih efisien dengan partisipasi aktif dalam bagian keuangan syariah global dan memperkuat kerja sama dgn institusi internasional,” kata dia.

Agus yakin, agenda SDG dalam industri keuangan syariah ini akan menjadi warisan generasi selanjutnya untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

“Karena pada intinya, itu semua harus dapat men-deliver kesejahteraan lebih besar dalam perekonomian kita,” pungkas Agus Marto.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka