Jakarta, Aktual.com — Komisi III DPR RI mengkritik kinerja panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi jilid IV, lantaran minimnya kandidat di delapan besar yang berasal dari unsur Kepolisian maupun Kejaksaan. Alasan tersebut dijadikan dasar untuk menunda pelaksanaan fit and proper test.

Menanggapi hal itu, Juru Bicara Pansel, Betti Alisjahbana mengaku, pihaknya telah mendalami Undang-Undang KPK serta Undang-Undang Tipikor. Menurut dia, tidak ada aturan yang mengharuskan Pimpinan KPK harus berasal dari unsur Jaksa atau Polisi.

“Tidak ada rumusan norma pimpinan KPK harus berasal dari Jaksa dan Polisi. Dalam sistem perundang-undangan, suatu rumusan norma tidak boleh menimbulkan multitafsir harus jelas, tegas dan tuntas, memenuhi rumusan lex scripta,” kata Betti dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (26/11).

Dia menambahkan, sebelumnya Pansel juga telah berupaya agar ada unsur dari Kejaksaan yang turut mendaftar pada seleksi Capim KPK. Bahkan dia mengaku telah mengirimkan surat pada Jaksa Agung mengenai hal tersebut.

“Dari awal kami sudah berupaya agar jaksa penuntut umum mendaftar, bahkan kami sudah berkirim surat dan audiensi agar Jaksa Agung mengirim calon-calon terbaik ke pansel,” ujar dia.

Dalam proses seleksi, sebetulnya ada satu nama dari Kejaksaan yang dinilai berkompeten untuk ikut hingga proses fit and proper test di DPR. Dia adalah jaksa Yudi Kristiana. Namun, pihak Pansel justru ‘menghentikan’ peluang Yudi sebelum masuk ke tahap delapan besar.

Ini menjadi perhatian penting. Pasalnya, berdasrkan informasi jaksa Yudi bukan tidak lolos seleksi. Namun dia dijegal oleh pimpinannya sendiri, Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby