Ratusan relawan mendeklarasikan gerakan #2019GantiPresiden di pintu masuk Monas dekat Patung Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Minggu (6/5/18). Pembacaan deklarasi dipimpin politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera. Gerakan ini lahir bukan dari tokoh partai politik, tapi merupakan aspirasi masyarakat. Gerakan ganti presiden adalah konstitusional dan diatur undang-undang. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Aksi bela Islam pada tahun 2017 merupakan aksi besar sepanjang sejarah umat Islam di Indonesia. Diperkirakan tujuh juta umat muslim “tumplek” menggelar aksi untuk menuntut keadilan atas kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Ahok ketika itu dianggap “melompat pagar”. “Melompat pagar” yang dimaksud adalah, ketika itu, dia (Ahok) membawa-bawa ayat Al-quran dalam agenda kegiatanya di Kepulauan Seribu. Alhasil, pidato Ahok yang membawa-bawa ayat Al-quran riuh menjadi gelombang protes berbagai aksi umat Islam.

Diberbagai daerah ikut melakukan aksi agar Ahok dihukum sesuai apa yang dia lakukannya itu. Namun demikian, aksi yang dilakukan umat Islam justeru mendapatkan perlakuan yang berbeda oleh rezim Jokowi. Itu terlihat betul ketika rezim Jokowi ramai-ramai membela Ahok.

Mulai dari kabinet kerjanya hingga partai-partai pendukungnya, riuh “membela” Ahok yang jelas-jelas dari sudut pandang ahli bahasa hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganggap Ahok telah menistakan agama Islam.

Gelombang besar tak terbendung, berbagai cara dilakukan rezim Jokowi. Mulai dari mereka yang “dijerat” hingga dijemput paksa oleh aparat kepolisian hingga pengusiran paksa ketika Habib Rizieq dan GNPF MUI melakukan aksi bela Islam.