Aktivis dari Solidaritas untuk Pergerakan Aktivis Indonesia (Suropati) menggelar aksi unjuk rasa di halaman kantor Freeport, Plaza 89 Kuningan, Jakarta, Rabu (26/11). Mereka menuntut agar pemerintah tidak memperpanjang kontrak dengan Freeport. Dimana Freeport yang dipimpin James R. Moffett tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Minerba. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com — Kisruh rekaman Ketua DPR, Setya Novanto yang dituding meminta saham kepada PT Freeport Indonesia, dianggap sebuah skenario yang sengaja dibuat oleh kalangan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI).

Upaya seperti halnya masalah rekaman Setnov ini, sebetulnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan MTI ketika Soeharto masih menjadi Presiden.

Demikian disampaikan mantan juru bicara Gus Dur, Adhie Massardi. Namun bedanya, saat zaman Orde Baru, isu yang diangkat oleh MTI adalah dugaan pelanggaran HAM oleh Soeharto.

“Dulu itu mereka juga berbaju MTI, kan itu bajunya untuk melawan Soeharto,” kata Adhie, di Jakarta, Sabtu (28/11).

Ia pun menuding Menteri ESDM, Sudirman Said, Menteri BUMN, Rini Sumarno dan Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kuntoro Mangkusubroto sebagai antek asing.

“Aslinya mereka antek asing. SS, Rini, Kuntoro. Cuma dimasa lalu, karena problemnya HAM, susah juga,” papar Adhie.

Dia melanjutkan, MTI memang mendewakan kekuatan modal asing untuk menjatuhkan penguasa di negeri ini. Dan saat ini, mereka tengah beroperasi untuk terus ‘menggulung’ Setnov dengan senjata rekaman itu.

“Karena menyimpang sudah dari Orba. Mereka inilah yang membuat konsep itu (Setnov vs Freeport),” kata dia.

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) itu menilai, sekarang MTI tengah bekerjasama dengan Freeport.

“Bahwa perebutan Ketua DPR itu lain soal. Tapi kemudian kita diadudomba, seolah-olah persoalan Freeport ada di bangsa kita sendiri,” geramnya.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby