Tak Semua Utang itu Dosa Masa Lalu

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menungkapkan salah satu alasan pemerintah berutang setiap tahun karena APBN masih defisit. Defisit tersebut terjadi karena posisi belanja lebih besar dibanding pendapatan negara. “Untuk menutupi defisit, utang dijadikan sumber pembiayaan utama,” ujarnya.

Membengkaknya utang, selain rendahnya pendapatan negara juga karena ambisi Presiden Jokowi membangun infrastruktur dengan alokasi dana Rp400 triliun per tahun. Sehingga APBN tidak cukup dan harus menambah utang. Diperkirakan Tahun 2018 defisit APBN sebesar -2,19 persen.

Terkait dengan polemik utang, dirinya menilai tidak semua cicilan utang sebesarRp409 triliun berasal dari masa lalu, sebagian merupakan gabungan dari utang pemerintah sekarang dan sebelumnya.

“Tidak semua utang warisan rezim sebelumnya. Pemerintah sekarang juga berkontribusi terhadap cicilan utang Rp409 triliun pada 2019. Sebab, pemerintah kerap menerbitkan surat utang,” ujar Bhima.

Utang tersebut misalnya, ORI 013 yang diterbitkan 26 Oktober 2016 yang jatuh tempo 15 Oktober 2019 dengan jumlah Rp19,6 triliun. Ada juga SPN 12190214 yang diterbitkan 15 Februari 2018 dengan tanggal jatuh tempo 14 Februari 2019 tenornya cuma 12 bulan. Padahal, pemerintah juga berencana menambah utang baru sebesar Rp359 triliun. Artinya, total utang sampai akhir tahun 2019 adalah Rp4.685 triliun atau naik 8,3 persen.

“Ini tidak sinkron dengan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 5,3 persen lebih rendah dari target 2018,” ujarnya.

Menurutnya, langkah pemerintah menutup utang jatuh tempo dengan refinancing dengan tenor lebih panjang akan lebih sulit. Pasalnya, tantangan beban bunga dipastikan naik karena tahun depan Fed rate diproyeksikan naik hingga 3 kali bunga acuan.

Selanjutnya, Dampak Utang, Rupiah yang Paling Imminent

Artikel ini ditulis oleh:

Eka