Petani memetik bunga tembakau sebagai salah satu bentuk perawatan di kawasan Margoagung, Seyegan, Sleman, Yogyakarta, Senin (2/11). Petani mengaku saat ini harga tembakau turun dibanding panen sebelumnya dari Rp 170.000 menjadi Rp 150.000 per kg menyusul permintaan dari perusahaan rokok yang berbanding terbalik dengan melimpahnya hasil panen. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/pd/15.

Jakarta, Aktual.com — Rancangan Undang-Undang Pertembakauan (RUU Pertembakauan) saat ini masih dalam proses pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. RUU ini semangatnya memberikan perlindungan kepada petani tembakau dan pemangku kepentingan industri hasil tembakau (IHT) dari hulu hingga hilir.

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) memandang bahwa RUU Pertembakauan ini semangatnya agar IHT lestari. Namun sampai saat ini, masih banyak permasalahan yang dihadapi IHT, terutama masalah regulasi yang dibuat Pemerintah.

“Di satu sisi, Pemerintah tiap tahun menggenjot penerimaan cukai hasil tembakau untuk menambah penerimaan negara dalam APBN. Di sisi lain, Pemerintah mengabaikan kondisi riil yang dihadapi IHT,” ujar Ketua GAPPRI Ismanu Soemiran,  di Jakarta, Selasa (8/12).

Sikap Pemerintah yang terkesan membiarkan IHT, kata Ismanu, tentunya berpotensi mengancam keberadaan salah satu industri strategis nasional yang berkontribusi besar untuk Negara. Akibatnya sekarang terasa. Ketika produksi rokok meningkat, tembakau lokal gagal memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kondisi itulah yang membuat industri rokok harus impor tembakau. Selain itu, grade atau kualitas tembakau lokal juga terus menurun.

“Itulah bukti kongkrit, IHT menjadi korban “proxy war”. Pemerintah yang bertanggung jawab tutup mata, dan lebih senang mendengarkan provokasi organisasi non-pemerintah yang antitembakau,” paparnya.

Karenanya, usaha-usaha pelestarian mempertahankan keberadaan serta kelangsungan hidup tembakau beserta IHT adalah merupakan upaya-upaya menjaga dan menegakkan kebanggan berbangsa dan bernegara melalui keanekaragaman budaya, tradisi, bahkan menjadi icon budaya bangsa.

Ismanu menyebutkan usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk mempertahankan keberlansgsungan tembakau dan IHT diantaranya penguatan kembali kemitraan antara petani dan IHT. Dengan kemitraan yang baik, beber Ismanu, petani dapat memperoleh bibit unggul, peningkatan kualitas bahan baku, ketersediaan pupuk, teknik budidaya tanam tembakau yang benar, pendampingan budidaya dari awal sampai akhir, pengendalian residu dan pestisida, pengurangan non tobacco related materian (NTRM), kepastian harga, dan pasar yang jelas.

Catatan lain, lanjut dia, segera membentuk tim terpadu yang berasal dari unsur pemerintah, petani dan IHT. Tim terpadu ini tugasnya pengembangan tanaman tembakau untuk memenuhi kebutuhan IHT khususnya jenis Virginia, pemetaan industri dan tanaman tembakau.

“Kami sepakat melakukan inventarisasi riil IHT, berapa banyak yang masih beroperasi dan berproduksi,” ujar dia.

Dalam konteks inilah, RUU Pertembakauan yang saat ini masih dalam pembahasan di DPR diharapkan menjadi payung hukum terhadap perlindungan stakeholders pertembakauan dari hulu ke hilir.

“RUU Pertembakaun diharapkan mengabdi kepada kepentingan bangsa Indonesia dengan menekankan pada nasionalisme yang merepresentasikan semua stakeholders yang ada,” pungkas dia

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka