Bustanul Arifin, Guru Besar Unila, Pengamat Pertanian (Foto: Istimewa)
Bustanul Arifin, Guru Besar Unila, Pengamat Pertanian (Foto: Istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Unila, Bustanul Arifin mengungkapkan Indonesia belum dapat menerapkan Kedaulatan Pangan sesuai dengan Undang-Undang. Berbagai faktor penghalang tersebut salah satunya produktifitas pangan rendah. Total factor productivity (TFP) pertanian Indonesia adalah 1% sedangkan rata-rata produktifitas di negara ASEAN adalah 1,4%.

“Tanah pertanian di Indonesia sangat kritis, apalagi di Pulau Jawa tanah pertanian diperkosa oleh pupuk kimia. Sehingga tanah tidak bisa mengikat unsur organik di tanah,” ujar Bustanul Arifin dalam  diskusi umum yang diselengarakan Forum Diskusi Ekonomi Politik, di Jakarta, Senin (22/05).

Menurutnya, benih yang dipakai petani menjadi faktor rendahnya produktifitas pertanian. Misalnya, Benih IR64 yang dibuat pada tahun 1986 digunakan petani di Jawa Timur sebanyak 15,34%, benih Inpari 13 dibuat pada tahun 2009 hanya digunakan sebanyak 3,29%. Sedangkan benih padi IR42 yang dibuat tahun 1980 masih digunakan petani di Sumatera Barat sebesar 18,25%.

“Petani masih saja mengunakan bibit yang diriset sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu, sedangkan bibit hasil riset yang baru masih sedikit diadopsi oleh petani,” tambahnya.

Untuk diketahui,  Negara Tiongkok lah telah berhasil menerapkan kedaulatan pangan sesuai dengan UU 18 Tahun 2012. Tiongkok menghasilkan 30% sekitar 147 juta ton beras di dunia dan mengkonsumsi 144 juta ton beras di dunia. Kedaulatan pangan di Indonesia masih jauh dari harapan.

“Menteri Pertanian pernah mengatakan bahwa Indonesia tidak akan impor beras pada 2016. Namun tahun 2016, pemerintah malah impor beras sebesar 1.283.178.527 kilogram,” pungkasnya.

(Dadangsah)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka