Jakarta, Aktual.com — Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi tenaga kerja di tanah air akhir-akhir ini ramai diberitakan. Beberapa perusahaan besar di sektor industri menyatakan segera menutup perusahaannya, yang tentunya akan berakibat pada PHK secara besar-besaran.

Ekonom yang juga Komisioner KPPU Syarkawi Rauf mengungkapkan, pemerintah tentunya harus belajar dari kondisi ini, khususnya segera melakukan perbaikan di sektor pembangunan industri tanah air. Menurut Syarkawi, Indonesia saat ini dalam membangun industrinya tidak bisa lagi membangun industri dengan mengandalkan tenaga kerja yang murah.

“Karena kalau kita lihat perkembangan industri kita dari tahun 70-an sampai sekarang, dulu kita mengimpor sepenuhnya kemudian kita masuk di era substitusi impor, jadi kita mencoba membangun industri dalam negeri yang sanggup kita produksi sendiri sehingga kita tidak impor, nah sekarang kita tidak mungkin lagi bergerak hanya di substitusi impor saja. Tapi kita harus membangun industri yang lebih advance, dan bergerak dari industri yang mengandalkan tenaga kerja murah ke mengandalkan tenaga kerja yang full skill,” ujar Syarkawi Rauf, Senin (8/2).

Syarkawi menyebut, berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Asean Developmant Bank (ADB), mereka menemukan bahwa Indonesia itu cenderung memasuki era yang disebut middle income, atau negara yang terjebak sebagai negara yang berpendapatan menengah, yang tidak bisa naik kelas menjadi negara yang maju dan justru lebih rentan turun menjadi negara yang miskin.

“Kenapa seperti itu karena, faktor tenaga kerja kita, dari sisi sektor pertumbuhan produktifitas tenaga kerja, indonesia termasuk terendah Dari 10 negara Asean,” ujar dia.

Padahal, lanjut Syarkawi, harapan kedepan ekonomi nasional bisa mengalami pertumbuhan yang signifikan sesuai dengan misi Presiden Jokowi dalam perencanaannya yang menginginkan ekonomi nasional tumbuh sampai 7 persen dalam 5 tahun.

“Nah kita dalam 2 tahun, 2015 tumbuh 4,79 yang sebelumnya tumbuh 4,9 artinya jauh dibawah target. Kalau mau tumbuh ekonominya kedepan, tentunya yang harus digenjot salah satunya adalah produktifitas tenaga kerja,” kata dia.

Menurutnya, yang pertama yang harus dilakukan kedepan yaitu mesti ada desain industri yang komprehensif dari pemerintah. “Tapi desain industri yang komprehensif ini harus dibangun berasaskan pada prinsip-prinsip kompetisi, seperti yang saya kira kalau kita ingin membaca kembali rencana pembangunan jangka menengah nasional untuk mendorong nasional kompetisi, daya saing industri kita secara nasional, tidak ada cara lain selain mendorongnya melalui proses persaingan usaha yang sehat sehingga inilah yang harus terus didorong pemerintah dalam kebijakannya,” kata dia.

Yang kedua, lanjut Syarkawi, pemerintah harus benar-benar konsisten melakukan semacam reformasi pasar, reformasi pasar itu agendanya paling tidak ada tiga yaitu, melakukan regulator review, mereview semua regulasi yang selama ini yang menjadi hambatan, kemudian yang kedua, melakukan reformasi di struktur pasar.

“Hampir semua komoditas industri kita dari sisi jumlah pemain sangat kecil, sangat terkonsentrasi, inilah yang mempermudah terjadinya persekongkolan atau kartel di setiap komoditas industri,” ujarnya.

Yang ketiga perlu dilakukan oleh pemerintah adalah perubahan perilaku seperti yang disampaikan oleh Jokowi yaitu revolusi mental. “Kalau perubahan perilaku lewat revolusi mental itu tidak bisa jalan, harus lewat penegakan hukum yang tanpa pandang bulu. Ini yang harus dilakukan jika serius membangun industri,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu